
Nahas! Dolar AS Kena "Buy The Rumour, Sell The Fact"

The Fed sebenarnya lebih melihat inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang akan dirilis akhir bulan ini. Tetapi, CPI yang masih menanjak bisa memberikan gambaran jika PCE juga masih akan naik lagi.
Apalagi, inflasi berdasarkan PCE saat ini sudah berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Tingginya inflasi di AS kini dikatakan akan bertahan dalam waktu yang cukup lama, tidak lagi bersifat sementara seperti kata The Fed. Sehingga pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan September tahun depan, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya bulan Desember 2022.
"Pasar kini melihat inflasi tinggi akan bertahan lebih lama bukan sementara, dan ini kemungkinan akan memaksa The Fed menaikkan suku bunga lebih cepat seperti yang diperkirakan pelaku pasar. Sebelumnya, pasar melihat suku bunga akan dinaikkan pada Desember 2022, tetapi kini maju di September tahun depan," kata Edward Moya, analis pasar di Oanda, sebagaimana dilansir CNBC International.
Kenaikan suku bunga yang lebih cepat seharusnya membuat dolar AS perkasa, tetapi kini malah jeblok. Sebabnya, The Fed terpaksa menaikkan suku bunga guna meredam kenaikan inflasi, sementara perekonomian Paman Sam kemungkinan belum akan mencapai poasar tenaga kerja maksimum, apalagi setelah rilis data tenaga kerja yang mengecewakan pada pekan lalu.
Alhasil, ada risiko perekonomian AS akan melambat akibat kenaikan suku bunga lebih cepat, dolar AS pun terpuruk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
