
Luar Biasa! IHSG 'Ngamuk', Rupiah Ikutan 'Hajar' Dolar AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Rabu (13/10). Dengan sentimen pelaku pasar yang kurang bagus, penguatan jika sukses dipertahankan hingga penutupan perdagangan ini bisa dikatakan rupiah menunjukkan kinerja impresif.
Melansir data dari Revifitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.205/US$, setelahnya penguatan rupiah terpangkas menjadi 0,04% saja di Rp 14.210/US$ pada pukul 9.10 WIB.
Posisi Rp 14.200/US$ masih menjadi level yang harus dilewati rupiah untuk melaju kencang. Sepanjang perdagangan di pekan ini, rupiah selalu mentok di level tersebut.
Dari pasar modal, penguatan juga dibukukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melesat 0,47% menembus 6.513, level psikologis baru dengan catatan beli bersih asing Rp 82 miliar.
Terkait dengan sentimen di pasar valas, kabar kurang sedap datang dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 5,9%, dari perhitungan sebelumnya 6,0% pada Juli, karena penyebaran virus Covid-19 varian delta.
Selain itu, IMF juga memperingatkan bank sentral di dunia seperti The Federal Reserve (The Fed) agar bersiap untuk menaikkan suku bunga seandainya inflasi lepas kendali.
Para pejabat The Fed sebelumnya sudah menyatakan jika suku bunga merupakan senjata utamanya dalam melawan inflasi yang berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Amerika Serikat akan merilis data inflasi malam ini, sehingga pelaku pasar akan memilih wait and see. Selain itu, ada juga data penjualan ritel yang bisa menunjukkan seberapa besar daya beli masyarakat di tengah tingginya inflasi.
Sebelum menaikkan suku bunga, The Fed terlebih dahulu akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Data inflasi juga merupakan salah satu acuan The Fed dalam menentukan waktu tapering.
"Data tersebut akan berdampak besar" kata Joe Manimbo, analis pasar di Westenr Union Business Solutions, sebagaimana dilansir CNBC International.
"Data yang dirilis nanti akan menunjukkan outlook inflasi begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal III yang masih moderat. Jadi kita kita melihat inflasi semakin tinggi, hal itu akan memastikan tapering tahun ini, dan kemungkinan akan memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga di tahun depan," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
