Analisis Teknikal

Tiga Kali Gagal Dilewati, 6.500 Jadi Tembok Tebal bagi IHSG

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 13/10/2021 08:04 WIB
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat bursa saham dunia berguguran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru sukses menguat 0,41% ke 6.486,27 kemarin. Investor asing juga melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 1,25 triliun.

Namun, bursa saham Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang kembali melemah pada perdagangan Selasa waktu setempat tentunya menyulitkan IHSG untuk kembali menguat pada perdagangan Rabu (13/11). Apalagi ada kabar kurang sedap dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 5,9%, dari perhitungan sebelumnya 6,0% pada Juli, karena penyebaran virus Covid-19 varian delta.


Selain itu, IMF juga memperingatkan bank sentral di dunia seperti The Federal Reserve (The Fed) agar bersiap untuk menaikkan suku bunga seandaianya inflasi lepas kendali. Ketika suku bunga dinaikkan, maka dukungan kebijakan moneter ke perekonomian tentunya menjadi berkurang.

Kebijakan suku bunga rendah juga menjadi salah satu yang mendorong penguatan bursa saham global pasca ambrol di bulan Maret 2020. Sehingga, ketika suku bunga dinaikkan, dampaknya akan negatif ke pasar saham.

Secara teknikal, level 6.500 masih menjadi tembok tebal bagi IHSG, kemarin sempat disentuh kemudian penguatannya menjadi terpangkas. Sepanjang tahun ini, IHSG sudah 3 kali menguji level tersebut, tetapi selalu gagal mengakhiri perdagangan di atasnya.

Grafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv

Indikator Stochastic pada grafik harian berada di wilayah jenuh beli (overbought), akibat kenaikan tajam belakangan ini.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Grafik: IHSG 1 Jam
Foto: Refinitiv

Sementara jika melihat grafik 1 jam, IHSG masih berada di dalam pola Bullish Channel. Artinya, selama bergerak di dalamnya IHSG masih berpeluang naik, tetapi seadainya batas bawahnya di kisaran 6.450 ditembus, maka tekanan turun akan semakin besar.

IHSG berisiko turun ke 6.400, dan support selanjutnya di kisaran 6.370.

Area 6.500 hingga 6.510 masih menjadi resisten terdekat, jika resisten ditembus, IHSG berpeluang menguat ke 6.540.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Israel Vs Iran Bikin Harga Minyak Naik & Bursa Saham "Ambyar"