
Tak Cuma Gemah Ripah Loh Jinawi, RI Kaya dengan Harta Karun

Indonesia memiliki sumber "harta karun" bauksit yang cukup besar, bahkan cukup besar untuk masuk ke dalam peringkat keenam terbesar dunia untuk pemilik cadangan bauksit.
Berdasarkan data Booklet Bauksit 2020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengolah data USGS Januari 2020, jumlah cadangan bauksit Indonesia mencapai 1,2 miliar ton atau 4% dari cadangan bijih bauksit dunia yang sebesar 30,39 miliar ton.
Adapun pemilik cadangan bijih bauksit terbesar di dunia yaitu Guinea mencapai 24%, lalu Australia menguasai 20%, Vietnam 12%, Brazil 9%, dan kemudian di peringkat kelima ada Jamaika 7%.
Berdasarkan data Kementerian ESDM ini, jumlah sumber daya bijih terukur bauksit Indonesia mencapai 1,7 miliar ton dan logam bauksit 640 juta ton, sementara cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton dan logam bauksit 299 juta ton.
"Indonesia memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit dunia," tulis Booklet Bauksit 2020 tersebut.
Namun demikian, besarnya "harta karun" bauksit itu belum dimanfaatkan dengan optimal. Bahkan, RI masih mengimpor logam aluminium sebanyak 748 ribu ton setiap tahunnya. Padahal, negeri ini tidak perlu mengimpor aluminium bila dibangun industri pengolahan (smelter) bauksit menjadi alumina hingga aluminium.
Alumina merupakan produk olahan dari smelter bauksit. Alumina ini merupakan bahan baku yang bisa diolah lagi menjadi aluminium. Aluminium ini memiliki manfaat dan nilai tambah besar, bisa digunakan untuk bahan baku bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.
Bila Indonesia memiliki industri aluminium terintegrasi dari hulu atau tambang bauksit, lalu smelter alumina, dan smelter aluminium, maka bukan tak mungkin target penerimaan negara Rp 1.000 triliun dari sektor industri pertambangan bisa terwujud.
Adapun kebutuhan impor logam aluminium sebesar 748 ribu ton per tahun itu untuk memenuhi kebutuhan logam aluminium nasional yang diperkirakan mencapai sebesar 1 juta ton, sebagaimana data pada 2020.
(hps/hps)