
Saham Old Economy Bangkit! New Economy Anak Kemarin Sore

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang kuartal ketiga tahun ini, kinerja saham-saham sektor ekonomi lama (old economy) berhasil bangkit dan mengalahkan saham-saham ekonomi baru (new economy), termasuk saham teknologi, yang sempat menjadi primadona investor.
Secara sederhana, old economy bisa dianggap sebagai ekonomi yang dimulai sejak awal abad ke-20 ketika inovasi industri mulai berkembang dan menitikberatkan pada sektor-sektor, seperti manufaktur dan komoditas--termasuk pertambangan dan agrikultur.
Sementara, new economy berkembang seiring semakin pesatnya pertumbuhan teknologi sejak akhir dekade 90-an yang berfokus pada teknologi terkini dan internet, termasuk komputasi awan dan sejenisnya.
Bisa dikatakan, new economy menandai pergeseran dari ekonomi berbasis manufaktur dan komoditas ke ekonomi yang menggunakan teknologi baru--internet dan sejenisnya--untuk menciptakan produk dan layanan baru, mulai dari e-commerce, media sosial, penyimpanan awan, sampai layanan streaming.
Di bursa saham Amerika Serikat (AS), saham-saham teknologi alias new economy saat ini menguasai daftar saham dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar (big cap). Untuk menyebut beberapa, ada Apple, Microsoft, Alphabet (induk Google), Amazon, hingga Facebook.
Sementara itu, melantainya e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) pada 6 Agustus 2021, setelah debut emiten data center PT DCI Indonesia Tbk (DCII) pada 6 Januari 2021, seolah semakin menegaskan dimulainya era saham sektor new economy di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Saham DCII besutan pengusaha Toto Sugiri, misalnya, sempat melonjak hingga 14.000% secara ytd pada Juni lalu. Selain itu, saham emiten yang juga dimiliki Bos Indofood Anthoni Salim ini sempat menyentuh harga Rp 59.000/saham sebelum disuspensi (penghentian saham sementara) oleh bursa pada 16 Juni lalu seiring kenaikan harga yang signifikan.
Tak pelak lagi, saham DCII menjadi saham yang paling 'meroket' di antara 37 saham lainnya yang baru melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) selama 2021.
Namun, selama triwulan ketiga 2021, saham-saham energi 'bangkit dari kubur' untuk memegang kendali dan menendang saham-saham teknologi dari daftar saham dengan kenaikan tertinggi di bursa.
Berikut ini daftar rapor kinerja indeks sektoral (IDX-IC) di BEI sepanjang kuartal III 2021.
Kinerja Indeks Sektoral BEI Kuartal III 2021
Indeks Sektoral | Posisi Terakhir | % Q3-2021 |
IDXENERGY | 996.28 | 38.35 |
IDXTRANS | 1202.25 | 22.05 |
IDXCYCLIC | 855.05 | 14.09 |
IDXINDUST | 1081.81 | 11.97 |
IDXINFRA | 975.86 | 10.52 |
IDXFINANCE | 1414.81 | 7.28 |
IDXPROP | 819.91 | 4.23 |
IDXHEALTH | 1359.34 | -0.64 |
IDXBASIC | 1124.86 | -2.93 |
IDXNONCYC | 673.91 | -6.09 |
IDXTECHNO | 9442.68 | -12.50 |
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | Terakhir per 30 September 2021
Mengacu pada data di atas, indeks saham energi (IDXENERGY) memimpin 'klasemen' dengan melesat 38,35% ke 996,28.
Kenaikan indeks sektor yang dianggap sebagai old economy ini ditopang oleh reli kenaikan saham batu bara dan sebagian kecil saham emiten migas (minyak dan gas) seiring dengan melonjaknya harga komoditas batu bara dan minyak akhir-akhir ini.
Saham emiten batu bara PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK), misalnya, melonjak 125,00% selama kuartal III. Contoh lain, saham batu bara Grup Rajawali PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) melesat 79,66%, PT Bayan Resources 'terbang' 111,65%, PT Bumi Resources melejit 56,67%.
Kemudian, saham migas PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) melonjak 39,98%, saham emiten anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Elnusa Tbk (ELSA) naik 21,48%.
'Balas Dendam' Old Economy lewat Batu Bara dan Minyak
Harga batu bara terus melesat sejak awal tahun. Saat ini, harga komoditas batu hitam ini sudah mendekati level US$ 290/ton.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 280/ton. Melonjak 12,45% dibandingkan hari sebelumnya sekaligus jadi yang tertinggi setidaknya sejak 2008.
Harga batu bara benar-benar luar biasa tahun ini. Dalam sepekan terakhir, harga melesat 21,62% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang kenaikannya 50,4%.
Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga batu bara meroket 234,78%.
Lonjakan batu bara akhir-akhir ini ditopang oleh persediaan yang menipis di tengah permintaan yang meningkat karena pembukaan aktivitas ekonomi. Naiknya harga minyak dan gas juga mempengaruhi kinerja batu bara yang terus mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Apalagi, saat ini sejumlah negara di dunia sedang dilanda energi menjelang musim dingin tahun ini.
Kelangkaan pasokan dan naiknya harga gas, naiknya tarif bahkan padamnya listrik, serta sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) menjadi beberapa alasannya.
Berdasarkan kompilasi pemberitaan CNBC International, setidaknya ada tiga negara di dunia yang sedang mengalami hal tersebut, yakni Inggris, China, India. Beberapa mengamankan komoditas, seperti batu bara, untuk kelangsungan listrik warganya.
Setali tiga uang, harga minyak pun melesat. Pada Rabu (6/10/2021) pukul 06:35 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 82,56/barel. Melonjak 1,6% dari hari sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi sejak 10 Oktober 2018.
Sementara yang jenis light sweet harganya US$ 79,04/barel. Naik tipis 0,14% tetapi menjadi yang tertinggi sejak 28 Oktober 2014.
Lonjakan harga minyak disebabkan oleh respons pasar terhadap hasil pertemuan OPEC+. Dalam pertemuan tersebut, Arab Saudi, Rusia, dan kolega sepakat untuk mempertahankan produksi seperti kesepakatan sebelumnya.
Beberapa waktu lalu, OPEC+ sepakat untuk menambah produksi minyak sebanyak 400.000 barel/hari/bulan hingga Desember 2021.
