
Goks! Harta Ribuan Triliun Ini Jadi 'Obat' RI Anti Utang

Jakarta, CNBC Indonesia - Menyebut Indonesia tak lengkap rasanya jika tak menyinggung kekayaan komoditas mineral yang menjadi berkah bagi negeri tercinta ini. Sebut saja nikel, emas, tembaga, bauksit, timah dan tambang non mineral seperti batu bara yang nilainya ditaksir hingga ribuan triliun rupiah jika diolah.
Hanya saja, yang bikin sedih, sejauh ini Indonesia masih nyaman menjual tambang mentah ke negara luar ketimbang diolah untuk menambah nilai jual.
Dengan demikian, hasil tambang Indonesia yang dijual tidak memiliki nilai yang besar.
Wajar saja jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun beberapa kali sempat menginstruksikan kabinetnya untuk tidak lagi menjual "tanah air" alias komoditas mentah, melainkan harus bernilai tambah alias dilakukan proses hilirisasi terlebih dahulu sebelum dijual atau diekspor keluar negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin dalam sebuah kesempatan pun mengatakan, saat ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batu bara sekitar Rp 40 triliun per tahun.
Namun, bila industri hilir tambang berkembang, maka penerimaan negara bisa melesat hingga Rp 1.000 triliun per tahun.
"Pemerintah mendapatkan manfaat dari industri pertambangan karena Penerimaan Negara Bukan Pajak Minerba [mineral dan batu bara] setiap tahunnya rata-rata Rp 40 triliun," katanya, baru-baru ini.
"Kalau ditambahkan industri pengolahannya, kontribusi Rp 1.000 triliun per tahun, industri pertambangan dan industri pengolahannya sangat signifikan," jelasnya.
Barang tambang yang diolah lebih bernilai tinggi dibanding barang tambang mentah ketika dijual. Sebagai contoh, Tim Riset CNBC menggunakan emiten emas dan nikel yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam yang menjual nikel mentah dan juga nikel olahan untuk perbandingan harga.
Antam memproduksi dan menjual dua jenis nikel yaitu nikel mentah (ore) dan feronikel.
Pada semester-I 2021, Antam berhasil memproduksi 12,679 TNi (nikel dalam feronikel) dan menjual 12.068 TNi, sementara itu Antam memproduksi 5,34 juta wmt nikel ore dan menjual 3.65 juta wmt (wet metric ton) nikel ore.
Sebagai informasi feronikel merupakan produk nikel ANTM yang sudah diolah dari mentah (ore).
Feronikel yang memiliki kandungan besi sekitar 80% dan nikel sebesar 20%. Komoditas feronikel Antam yang dibedakan dari kandungan karbon tinggi atau rendah, dijual dalam bentuk buliran (pellets) ke produsen baja anti karat (stainless steel).
Feronikel memiliki harga jual yang lebih tinggi dibanding nikel ore. Berdasarkan riset CLSA Institute, harga jual feronikel Antam sebesar US$ 18,519/ton atau setara dengan Rp 265.000/ton. Sedangkan harga jual mentahnya sebesar US$ 45/wmt atau setara Rp 644.000/wmt.
Jika dihitung dengan mengalikan raga rata-rata penjualan nikel dan volume penjualan nikel, maka nilai penjualan feronikel lebih menguntungkan.
Penjualan feronikel akan meraih nilai penjualan sebesar US$ 223,5 juta atau setara dengan Rp 3,20 triliun, sedangkan nikel ore sebesar US$ 164,5 juta atau Rp 2,35 triliun. Jadi lebih jauh menguntungkan jika menjual nikel olahan.
Indonesia sendiri juaranya nikel dunia.
Faktanya, Indonesia menjadi negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, dan diperkirakan memiliki cadangan 21 juta metrik ton pada tahun 2020 setara 22.3% cadangan nikel dunia berdasarkan laporan USGS.
Selain nikel, Indonesia juga sebagai penghasil tambang lainnya. Akan lebih bernilai tinggi jika Indonesia bisa mengolah barang tambang sebelum untuk kemudian dijual daripada hanya jual hasil mentah saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harta Ribuan Triliun Ini Bisa Bikin RI Anti Utang!
