Review

BRI Cetak Sejarah, Ini Deretan Rights Issue Jumbo di Bursa!

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
28 September 2021 10:15
Bank Rakyat Indonesia bri (detikFoto/Ari Saputra)
Foto: Bank Rakyat Indonesia (detikFoto/Ari Saputra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi korporasi penambahan modal melalui penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sukses menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.

Dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 96 triliun, menjadikan rights issue BBRI terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia dan tercatat tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Antusiasme investor atas rights issue yang sedang dilakukan BRI bukan tanpa alasan, riset CGS CIMB menyebutkan bahwa bila rights issue BBRI terserap seluruhnya maka rasio dividen yang dibayarkan atau dividend payout ratio (DPR) BBRI akan mencapai 100%.

CGS CIMB juga menilai bahwa valuasi BBRI saat ini sudah tergolong murah sehingga risikonya terbilang rendah, dalam risetnya CGS CIMB menilai nilai intrinsic BBRI berada di Rp 4.800/saham dengan rating buy.

Dengan nilai rights issue mencapai Rp 96 triliun, bisa dipastikan bahwa ini juga menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, melampaui nilai transaksi rights issue Singapore Airlines yang dilaksanakan Juni tahun lalu sebesar Rp 82 triliun.

Di kawasan Asia sendiri nilai transaksi rights issue BBRI menjadi yang terbesar ketiga di Asia hanya kalah dari Bank of China dengan nilai mencapai Rp 124,6 triliun dan Reliance sebesar Rp 102 triliun.

Bahkan rights issue BBRI juga masuk top 10 dunia, lebih tepatnya di peringkat ke-7 rights issue terbesar sejak 2009. Hampir 10 besarnya berasal dari industri keuangan.

Rights issue HSBC yang dilaksanakan pada April 2009 pascakrisis ekonomi global sukses dilaksanakan dengan nilai transaksi Rp 273,98 triliun dan menjadi yang terbesar.

Sebagai runner up ada Deutsche Bank yang mencapai Rp 195,44 triliun. Kalah tipis, Unicredit dari Prancis berada di peringkat 3 dengan nilai transaksi mencapai Rp 191,66 triliun.

Di ranking 4 dan 5 ada Bank of China dan Reliance yang menjadi jawara di kawasan Benua Kuning.

Lalu bagaimana dengan right issue di pasar modal dalam negeri, siapa saja perusahaan yang berhasil melaksanakan dengan nilai jumbo?

NEXT: Deretan Rights Issue Terbesar di BEI

Berikut Tim Riset CNBC Indonesia merangkum lima emiten yang pernah melaksanakan rights issue dengan nominal fantastis!

1. Bakrie & Borthers (BNBR)

Emiten perdagangan umum, konstruksi dan manufaktur yang juga merupakan induk bisnis Grup Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) berhasil melaksanakan penambahan modal melalui rights issue pada tahun 2008 lalu senilai Rp 40,1 triliun.

Dikutip dari pemberitaan Detik.com Pada RUPS Luar Biasa BNBR yang telah diadakan pada 17 Maret 2008, pemegang saham menyetujui rencana rights issue Rp 40,118 triliun, penerbitan waran BNBR senilai Rp 2,9 triliun dan pinjaman dari Barclays Capital sebesar Rp 8,3 triliun. Total dana yang akan diperoleh melalui seluruh aksi tersebut mencapai Rp 51,3 triliun.

Sebagian dana tersebut rencananya akan digunakan untuk mengakuisisi 35% saham BUMI senilai Rp 36,9 triliun, 40% saham ENRG senilai Rp 7,2 triliun, 40% saham ELTY sebesar Rp 4,3 triliun. Totalnya sekitar Rp 48,44 triliun.

Pada 11 Juli 2008, BNBR telah memberi laporan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai realisasi penggunaan dana hasil rights issue sebesar Rp 40,118 triliun hingga 30 Juni 2008.

Perincian penggunaan dana tersebut adalah akuisisi BUMI (PT Bumi Resources Tbk) Rp 32,1 triliun, ENRG (PT Energi Mega Persada) Rp 1,25 triliun, ELTY (PT Bakrieland Development Tbk) Rp 3,695 triliun, pelunasan utang ke Odickson Finance untuk penyertaan PUT II PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) Rp 926,63 miliar dan pelunasan utang ke Odickson Finance untuk penyertaan PUT I PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) Rp 1,606 triliun.

Jelang pelaksanaan, harga saham BNBR sempat menembus Rp 7.000 per saham pada 22 Februari 2009. Saat ini setelah 10 tahun lebih aksi korporasi dan kesulitan finansial yang dihadapi oleh Grup Bakrie, saham BNBR tercatat tidur di harga Rp 50/saham, yang berarti meski berhasil melaksanakan rights issue jumbo, sejak akhir Februari 2009 nilai sahamnya telah melemah 99,28%.

2. PT Bumi Resources Tbk (BUMI)

Selanjutnya ada emiten pertambangan batu bara yang juga tergabung dalam Grup Bakrie pada 2017 lalu. Emiten tambang batu bara ini merilis saham baru dan obligasi wajib konversi (OWK) sebesar US$ 2,6 miliar atau Rp 35,07 triliun. Sebagian besar rights issue dan OWK tersebut diserap para pembeli siaga, yakni kreditur BUMI.

Dari pelaksanaan rights issue itu, pemegang saham publik hanya menyerap 4,95 juta saham baru BUMI atau 0,017% dari total saham yang diterbitkan. Mayoritasnya diserap pembeli siaga.

Lesunya minat investor karena saham baru ini ditawarkan di level Rp 926 per saham, yang mana nyaris tiga kali lipat dari harga saham yang kala itu diperdagangkan di harga Rp 300-an per saham.

Rights issue ini merupakan bagian dari proses restrukturisasi utang BUMI yang sebelumnya mencapai US$ 4,2 miliar, kini akan berkurang 61% menjadi US$ 1,6 miliar. Kreditor yang merupakan pembeli siaga menyerap US$ 2,6 miliar rights issue tersebut.

3. HM Sampoerna (HMSP)

Emiten rokok anak usaha raksasa tembakau dunia Philip Morris ini melaksanakan rights issue pada tahun 2015 silam. menerbitkan 269,72 juta lembar saham baru melalui mekanisme rights issue dengan harga pelaksanaan antara Rp 63.000 sampai Rp 99.000 setiap lembar saham sehingga perolehan dana maksimum Rp26,7 triliun.

Perseroan akhirnya menyelesaikan transaksi saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dengan harga pelaksanaan final sebesar Rp 77.000 per lembar, dan dana yang dikumpulkan mencapai Rp 20,77 triliun.

Sebagai catatan, rights issue ini dilaksanakan sebelum pemecahan saham dengan rasio 1:25 yang dilakukan oleh perusahaan pada 2016 lalu, yang semula bernilai Rp 92.500 per saham setelah aksi stock split itu akan menjadi Rp 3.700 per saham.

Dana yang dihimpun dari rights issue tersebut rencananya akan digunakan untuk keperluan perseroan secara umum, serta untuk modal kerja, termasuk pembayaran sebagian fasilitas pinjaman modal kerja.

4. Chandra Asri (TPIA)

Emiten petrokimia milik taipan Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) menyatakan, perusahaan telah menyelesaikan pelaksanaan Penawaran Umum Terbatas III (PUT III) dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue senilai Rp 15,48 triliun pada bulan September 2021.

Dalam aksi korporasi ini, TOP Investment Indonesia (TII) menjadi pembeli siaga sekaligus investor baru TPIA.

TII adalah entitas usaha dari Thai Oil Public Company Limited (Thai Oil), kilang refinery unggulan dari PTT Public Company Limited (PTT) asal Thailand.

Selain TII, perusahaan petrokimia asal Thailand SCG Chemicals, melaksanakan kewajibannya secara penuh sehingga sahamnya di TPIA tidak terdilusi dan tetap sebesar 30,57%.

Terkait penggunaan dana manajemen TPIA menjelaskan bahwa perseroan berencana untuk menggunakan seluruh dana bersih yang diperoleh untuk pembangunan pabrik baru berupa komplek petrokimia terintegrasi oleh entitas anak perseroan, CAP-2 (PT Chandra Asri Perkasa).

5. Bank Mandiri (BMRI)

Pada tahun 2011 silam emiten perbankan pelat merah, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melepas 2.336.838.591 saham baru dengan harga Rp 5.000 per saham melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dengan tujuan untuk menjaga rasio kecukupan modal.

Penjualan saham baru melalui rights issue ini ludes diserbu investor. Penawaran tersebut bahkan kelebihan permintaan.

Akan tetapi pihak manajemen BMRI mengatakan hanya akan mengeksekusi atau menyerap hasil rights issue sesuai target awal yaitu sebesar Rp 11,68 triliun. Meski penawaran tersebut sempat oversubscribed di akhir perdagangan. Rights issue BMRI sempat kelebihan permintaan hingga Rp 900 miliar.

TIM RISET CNBC Indonesia

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular