Kasus Evergrande, Bakal 'Sehoror' Krisis Subprime Mortgage?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
27 September 2021 11:50
FILE PHOTO: The China Evergrande Centre building sign is seen in Hong Kong, China. August 25, 2021. REUTERS/Tyrone Siu/File Photo
Foto: REUTERS/TYRONE SIU

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) menilai potensi gagal bayar yang dialami oleh Evergrande Group dalam membayar kewajibannya yang akan jatuh tempo tidak akan separah dampak krisis subprime mortgage yang terjadi pada 2008 yang menyebabkan colapse-nya Lehman Brothers bangkrut.

Kepala ekonom Bahana TCW Budi Hikmat mengatakan sejauh ini, regulator dan pelaku pasar masih menanggapi secara optimistis isu gagal bayar Evergrande. Dia menyebutkan terdapat dua poin yang membedakan kondisi 2008 dengan kondisi saat ini.

"Pertama, Berbeda dengan kejadian 2008, permasalahan gagal bayar Evergrande ini telah diketahui dan dapat diperkirakan sejak lama oleh pasar. Ketika tiga seri surat utang Evergrande telah mengalami penurunan nilai sejak Mei 2021, pada bulan Juni 2021 S&P telah men-downgrade peringkat utang mereka dan ujungnya September Evergrande disebut hampir default," kata Budi dalam siaran persnya, Senin (27/9/2021).

"Ada masa dimana pasar telah aware akan potensi ini dan memberikan ruang untuk mengantisipasi dampaknya."

Faktor kedua adalah lantaran Evergrande masih memiliki cadangan lahan dan properti yang cukup mumpuni dan dapat dikonversi untuk membayar utang jatuh tempo.

Hal ini yang membuat berbeda dengan kondisi di 2008, sebab pada periode itu perusahaan yang berpotensi gagal bayar hanya memiliki paper assets berupa derivatif.

Selain itu, Evergrande melalui keterbukaan informasi ke otoritas bursa Tiongkok bahwa mereka akan tetap membayar bunga salah satu bond berdenominasi yuan yang jatuh tempo pada 23 September 2021 sebesar 232 juta yuan.

Pemerintah China juga dikabarkan akan turun tangan dalam melakukan restrukturisasi utang Evergrande dan likuidasi sejumlah aset potensial.

"Sehingga dalam jangka pendek, kami masih optimistis potensi gagal bayar Evergrande ini hanya akan berdampak minim terhadap perekonomian Indonesia dan tidak akan se-sistemik krisis 2008 lalu," imbuh dia.

"Memang permasalahan ini akan berdampak pada bondholders Evergrande, namun belum akan membuat sistem keuangan global kolaps," kata dia.

Namun demikian, perlu diwaspadai adanya pelemahan sektor properti dan infrastruktur China paska kejadian tersebut jika permasalahan semakin besar dan di luar kendali Pemerintah China.

Hal ini berpotensi akan berdampak pada permintaan ekspor komoditas Indonesia, khususnya pada ekspor iron and steel ke China yang selama ini menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia ke China.

"Oleh karena itu, walaupun kondisi saat ini masih positif, namun pelaku pasar di Indonesia masih perlu memberikan perhatian dan melakukan analisa tajam untuk mengantisipasinya," tandasnya.

Untuk diketahui, potensi default atas raksasa properti asal China, Evergrande Group mencapai US$ US$ 300 miliar sekitar Rp 4.275 triliun.

Arus kas perusahaan disebutkan saat ini tengah berada dalam tekanan yang besar. Bahkan perusahaan baru-baru ini menyebutkan bahwa dua anak usahanya telah gagal memenuhi kewajiban penjaminan untuk produk manajemen senilai US$ 145 juta atau setara Rp 2 triliun yang dikeluarkan pihak ketiga.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular