Banyak Elite The Fed Mau Buka Suara, Kurs Rupiah Galau Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 September 2021 09:34
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) pada Kamis pekan lalu membuat rupiah berfluktuasi melawan dolar AS, dan berlanjut pada perdagangan Senin (27/9) pagi. Pergerakan tersebut menunjukkan sentimen terhadap rupiah sebenarnya cukup bagus.

Melansir data dari Refintiv, rupiah langsung menguat 0,11% begitu perdagangan hari ini dibuka. Tetapi tidak lama, rupiah berbalik terdepresiasi 0,04% ke Rp 14.260/US$ pada pukul 9:07 WIB.

Jika dilihat pengumuman The Fed pada pekan lalu, dolar AS seharusnya sangat diuntungkan. Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan segera dilakukan.

Selain itu, The Fed kini memproyeksikan suku bunga akan naik di tahun depan, lebih cepat dari proyeksi sebelumnya di 2023.

Dengan kondisi tersebut, skenario yang bisa terjadi The Fed melakukan tapering pertama di bulan Desember, selesai pada pertengahan tahun depan, dan suku bunga di akhir 2023.

Melihat skenario tersebut dolar AS seharusnya sangat perkasa, tetapi saat ini justru masih biasa-biasa saja. Hal tersebut bisa menjadi indikasi, tapering hingga normalisasi suku bunga The Fed tidak akan sengeri tahun 2013.

Meski demikian, pelaku pasar juga menanti lebih banyak detail tapering dan suku bunga dari 3 pejabat elite The Fed hari ini.

Presiden The Fed wilayah Chicago, Charles Evans, akan berbicara mengenai kondisi ekonomi dan kebijakan moneter dalam acara yang diselenggarakan oleh National Association for Business Economics.

Gubernur The Fed Lael Brainard, juga berbicara dalam acara tersebut.

Kemudian ada Presiden The Fed wilayah New York, yang akan berbicara dalam acara yang diselenggarakan Economic Club of New York.

Di sisi lain, rupiah juga cukup kuat. Bahkan, hasil survei 2 mingguan Reuters menunjukkan pelaku pasar meningkatkan posisi beli (long) rupiah, sekaligus menjadi yang terbesar dibandingkan mata uang utama Asia lainnya.

Reuters menyebutkan, pelaku pasar mempertahankan posisi long setelah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga 3,5% pada pekan lalu. Maklum saja, dengan posisi inflasi yang rendah, BI punya ruang untuk menurunkan suku bunga.

Fitch Solutions dalam laporan bulanan edisi Agustus dengan judul Delta Variant a Severe Threat to Asia's Growth Recovery, memprediksi di akhir tahun ini suku bunga BI berada di 3,25%, artinya turun 25 basis poin dari level saat ini.

Dengan dipertahankannya suku bunga, imbal hasil menjadi tetap menarik bagi pelaku pasar.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular