Saham-saham 'New Economy', Apa Iya Diborong Fund Manager?

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
23 September 2021 17:20
Aktivitas perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (16/1/2018). Pasca ambruknya koridor lantai 1 di Tower 2 Gedung BEI kemarin (15/1/2018), hari ini aktifitas perdagangan saham kembali berjalan normal
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan manajer investasi (MI) di Tanah Air terus mempertebal portofolio mereka di saham-saham berbasis ekonomi baru (new economy) seperti teknologi, e-commerce dan bank digital.

Sektor baru ini diyakini masih berpeluang terus tumbuh pada masa yang akan datang.

Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI) indeks teknologi di BEI (IDXTECHNO), sejak awal tahun ini mencatatkan pertumbuhan 886,1%, menjadi yang tertinggi dari 38 indeks yang ada di pasar modal. Masuknya emiten e-commerce seperti PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) kian menambah kepercayaan pelaku pasar dan harapan akan terus banyaknya emiten di sektor ini yang melantai di BEI.

Direktur PT Panin Asset Management, Rudiyanto mengungkapkan, secara tren, ke depannya saham-saham berbasis new economy akan terus bertumbuh. Dia pun mengakui, saat ini saham Bukalapak termasuk dalam salah satu portofolio perseroan.

Dia menilai, pada saat ini, perbaikan laporan keuangan menuntut investor cukup realistis dengan mengalihkan investasi mereka saham-saham yang menjadi anggota Indeks LQ45 yang sejak awal tahun ini masih terkoreksi.

Untuk itu, emiten di sektor new economy harus membuktikan kinerjanya agar semakin menarik bagi investor.

Sebagai informasi, per 29 September nanti, saham Bukalapak masuk Indeks 45 menggeser PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

"Untuk new economy, memang story of growth-nya sangat menarik. Namun valuasi juga sudah terlalu tinggi, sehingga rentan akan aksi spekulasi. Akan ada beberapa pemain yang akhirnya bertahan, namun masih butuh waktu dan pembuktian," kata Rudiyanto kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/9/2021.

Rudi melanjutkan, saat ini perseroan sudah memiliki aset dasar saham-saham berbasis teknologi, namun belum berencana membuat produk reksa dana dengan aset dasar indeks khusus di sektor ini.

"Kalau saham teknologi, ada yang menjadi bagian daripada beberapa portofolio reksa dana saham. Namun jika spesifik membuat reksa dana yang berfokus pada sektor teknologi, saat ini belum ada rencana," katanya.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders), Michael Tjoajadi, mengungkapkan, pandemi menyebabkan hampir seluruh dunia usaha terkena imbas.

Namun, Michael meyakini, ekonomi Indonesia sudah mencapai level batas bawah (bottom) dan saat ini aktivitas perekonomian perlahan mulai pulih seiring dengan mulai dilonggarkannya pembatasan sosial.

"Dalam keadaan ekonomi growing, investasi saham akan memberikan ekspektasi return yang tinggi, ekspektasi orang terhadap public company, revenue dan profit akan naik," kata Michael, Kamis (2/9/2021).

Dia membeberkan, sejumlah sektor yang berpotensi untuk tumbuh tersebut disebut dengan istilah the new economy.

"Sektor teknologi, marketplace, bank digital, ESG [Environmental, social and corporate governance]," tuturnya.

Dia pun menilai, dalam 3-4 tahun ke depan pasar saham akan tetap bertumbuh berbeda dengan pasar obligasi yang akan mengalami tekanan ketika suku bunga mulai mengalami kenaikan.

Schroders juga memasukkan saham BUKA ke dalam beberapa produk reksa dana yang dikelola perseroan. Namun, saat ini perusahaan dengan dana keolaan sebesar Rp 33,72 triliun ini, belum berencana membuat produk baru yang khusus di sektor teknologi mengingat secara nilai kapitalisasi pasarnya di pasar saham tanah air masih belum terlalu besar.

"Kita tentu juga melakukan investasi [BUKA], ada dalam portofolio kita, ada di reksa dana," tuturnya.

Meski demikian, Schroders terus memperbesar porsi saham-saham berbasis teknologi di produk-produk reksa dana yang dikelola perseroan, terutama yang paling besar di 90 Plus Equity.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gak Nyangka! Sektor Saham Ini Cuannya Lebih Gila dari IHSG

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular