Jreengg! Kasus Covid Singapura Rekor Lagi, Dolarnya Jeblok

Market - Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 September 2021 15:45
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Singapura kemarin sempat menguat melawan rupiah, tetapi langsung berbalik melemah setelah data menunjukkan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali melonjak. Penurunan dolar Singapura kembali berlanjut pada hari ini, Rabu (22/9), hingga menyentuh level terendah dalam lebih dari 7 bulan terakhir.

Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi ini melemah 0,13% ke Rp 10.511,74/SG$, yang merupakan level terendah sejak 17 Februari lalu.

Pada Senin lalu, pemerintah Singapura melaporkan penambahan kasus Covid-19 sebanyak 917 orang, setelah bertambah lebih dari 1.000 orang dalam dua hari berturut-turut. Penurunan tersebut membuat dolar Singapura sempat menguat kemarin, sebelum berbalik turun ketika jumlah kasus kembali dilaporkan melonjak.

Hingga Selasa siang kemarin, penambahan kasus dilaporkan sebanyak 1.178 orang, naik sekitar 28% dari hari sebelumnya. Penambahan tersebut merupakan rekor terbanyak kedua sepanjang pandemi melanda Singapura. Rekor sebelumnya sebanyak 1.426 orang, yang tercatat pada 20 April tahun lalu.

Kementerian Kesehatan Singapura (Ministry of Health/MOH) melaporkan sebanyak 1.109 pasien kini dirawat di rumah sakit, bertambah 54 orang dari hari sebelumnya. Dari total tersebut, 147 orang sakit keras dan membutuhkan oksigen, bertambah 19 orang. Sementara 17 orang yang kondisinya kristis di ICU.

Selain meroketnya kasus Covid-19, pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) Kamis dini hari juga menjadi perhatian.

The Fed pimpinan Jerome Powell besok dini hari diperkirakan akan menyinggung tapering serta memberikan proyeksi suku bunga ke depannya, atau yang dikenal dengan dot plot.

Tapering akan menjadi perhatian pertama, pelaku pasar melihat akan mulai dilakukan di bulan November atau Desember. Tetapi, masih muncul keraguan akibat buruknya data tenaga kerja, serta inflasi yang melambat. Selain itu, seberapa agresif taperig atau seberapa besar yang akan dipangkas dari nilai saat ini US$ 120 miliar/bulan juga akan menentukan pergerakan pasar mata uang.

"Saya pikir mereka akan menunjukkan sudah mendiskusikan tapering. Saya tidak berfikir akan ada banyak detail. Saya pikit mereka akan memberikan framework dimana mereka bisa mulai melakukan tapering di bulan November atau Desember," kata kepala investasi di BlackRock, Rick Rieder, sebagaimana dilansir CNBC International.

Rieder memperkirakan saat tapering dilakukan The Fed akan memangkas US$ 10 miliar pembelian obligasi (Treasury) dan US$ 5 miliar pembelian efek beragun aset KPR. Dari total US$ 120 miliar/bulan saat ini, The Fed membeli Treasury sebesar US$ 80 miliar/bulan dan efek beragun aset KPR US$ 40 miliar/bulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

PDB Singapura Meroket 14,7%, Dolarnya Tetap Keok Lawan Rupiah


(pap/pap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading