Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat ambrol ke bawah level psikologis 6.000 di pekan ini, sebelum berhasil memangkas pelemahan. Sebaliknya, rupiah perkasa sempat menembus ke bawah Rp 14.200/US$. Kemudian dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SNB) bervariasi.
Sentimen pelaku pasar global sedang kurang bagus di pekan ini, terlihat dari bursa saham Amerika Serikat (AS) yang jeblok. Begitu juga bursa saham Eropa. Sementara dari dalam negeri, beberapa data ekonomi juga kurang bagus. Alhasil pergerakan aset menjadi bervariasi. Di pekan depan, pergerakan yang bervariasi bisa jadi akan terulang lagi.
Dari dalam negeri, pengumuman Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan menjadi perhatian, apakah akan dilonggarkan lagi atau tidak. Saat ini ada fenomena revenge tourism, di mana masyarakat menyerbu tempat wisata setelah berbulan-bulan pergerakannya dibatasi. Revenge tourism diperkirakan akan semakin masif, yang tentunya berisiko meningkatkan kembali kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) jika tidak menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Melansir data dari Refinitiv, IHSG melemah 0,52% di pekan ini ke 6.094,873. Meski demikian investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 1 triliun.
Rupiah membukukan penguatan 0,42% melawan dolar AS ke Rp 14.200/US$, sekaligus mencatat kinerja positif dalam 3 pekan beruntun.
Kemudian SNB tenor 3 tahun, 5 tahun, 15 tahun dan 30 tahun mampu menguat, terlihat dari yield-nya yang mengalami penurunan. Sementara yang lainnya melemah.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.
Data yang dirilis Rabu lalu menunjukkan masyarakat Indonesia semakin tidak percaya diri dalam menatap perekonomian. Hal itu tercermin dari survei konsumen yang digelar Bank Indonesia (BI). Pada periode Agustus 2021, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 77,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 80,2.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang. Ketika masyarakat tidak pede, maka tingkat konsumsi cenderung menurun, yang tentunya berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.
Sehari setelahnya, BI melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2021 berada di 188,5. Nilai itu turun 5% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) dan -2.9% dari Juli 2020 (year-on-year/yoy).
Untuk Agustus 2021, BI memperkirakan IPR Berada di 196,5. Tumbuh 4,3% mtm tetapi masih terkontraksi 0,1% yoy. Dibandingkan Juli 2021 ada perbaikan baik secara mtm maupun yoy.
Satu data bagus dari dalam negeri yakni cadangan devisa (Cadev) dilaporkan sebesar US$ 144,8 miliar di di akhir Agustus, naik US$ 7,5 miliar dari bulan sebelumnya.
Rekor cadangan devisa sebelumnya sebesar US$ 138,8 miliar yang dicapai pada bulan April lalu. Artinya, rekor kali ini jauh melewati catatan sebelumnya.
Peningkatan cadangan devisa artinya BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah ketika terjadi gejolak. Ketika rupiah stabil, investor asing pun akan lebih nyaman berinvestasi di dalam negeri akibat risiko kerugian kurs bisa diminimalisir.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> IHSG Masih Waspada, Rupiah Bisa Berjaya
Untuk pekan depan, pergerakan Walll Street akan sangat memengaruhi IHSG. Sepanjang pekan ini, indesk S&P 500 merosot 1,69%, Dow Jones bahkan lebih besar lagi 2,15%, dan Nasdaq minus 1,6%.
Jika tren penurunan tersebut terus berlanjut, tentunya akan berdampak buruk bagi pasar saham global. Sebab Wall Street merupakan kiblat bursa saham dunia.
Isu tapering atau penguaran nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) masih akan mewarnai pergerakan pasar finansial. Pada Selasa (14/9), Amerika akan melaporkan data inflasi berdasarkan Indeks Harga Produsen (IHK).
Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam memutuskan kapan waktu tapering, jika data ini dirilis menunjukkan pelambatan, maka ekspektasi tapering di akhir tahun atau bahkan mundur ke awal tahun depan akan semakin menguat. Sebab, data tenaga kerja AS, yang juga acuan The Fed, dirilis mengecewakan di awal bulan ini.
Jika itu terjadi, pasar saham belum tentu menyambutnya dengan positif. Sebab, akan menjadi indikasi perekonomian AS sedang melambat.
Rupiah dan SBN yang akan diuntungkan dalam kondisi tersebut. Apalagi pelaku pasar juga sudah mulai positif menatap Mata Uang Garuda.
Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan Reuters yang menunjukkan pelaku pasar mengambil posisi beli (long) untuk pertama kalinya sejak awal Juli lalu.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Survei terbaru yang dirilis hari ini, Kamis (9/9/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di -0,44, berbalik dari 2 pekan lalu 0,18.
Rupiah menjadi mata uang terbaik ketiga dari 9 mata uang, hanya kalah dari rupee India dan dolar Taiwan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pelaku Pasar Menanti Pelonggaran PPKM Lagi
Dari dalam negeri, ada data neraca dagang yang akan mempengaruhi pergerakan pasar pada, Rabu (15/9/2021). Tetapi sebelumnya, besok pelaku pasar akan melihat apakah PPKM akan kembali dilonggarkan.
Jika ada pelonggaran lebih lanjut, tentunya akan memberikan dampak positif, sebab roda bisnis berputar lebih kencang.
Tren penurunan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) terus belanjut di Indonesia. Artinya PPKM yang diterapkan pemerintah sukses melandaikan kasus Covid-19. PPKM Jawa-Bali akan berakhir Senin (13/9/2021) besok, sementara wilayah lainnya di luar Jawa-Bali 20 September mendatang.
Seperti biasa pemerintah akan melakukan evaluasi dan diumumkan besok, dan PPKM akan kembali diperpanjang, dengan kemungkinan adanya beberapa pelonggaran lagi, atau ada wilayah yang turun level.
Tetapi, pelonggaran PPKM yang dilakukan pemerintah sudah menunjukkan dampak yang signifikan di masyarakat. Mobilitas warga mengalami peningkatan tajam, jika kebablasan tentunya berisiko memicu lonjakan kasus baru Covid-19.
Tren pergerakan warga dengan berkendara yang dilihat dari Apple Mobility Index mengalami kenaikan tajam, Sabtu (4/9/2021). Angka indeksnya mencapai 151,84, tertinggi sejak 12 Juni lalu atau sebelum PPKM diterapkan. Sementara ketika PPKM mulai diterapkan di bulan Juli, indeksnya turun hingga ke 71,29.
Seperti diketahui, dalam dua pekan terakhir selalu terjadi kemacetan di wilayah Puncak Bogor. Tren tersebut bisa terus berlanjut setiap akhir pekan, apalagi Pemerintah sudah membuka kembali kawasan wisata.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan melakukan uji coba 20 tempat wisata di wilayah PPKM level 3 Jawa-Bali.
"Akan dilakukan uji coba pembukaan 20 tempat wisata di kota dengan level 3 dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan implementasi aplikasi PeduliLindungi," kata Luhut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mewanti-wanti potensi revenge tourism yang bakal terus terjadi dan lebih masif.
Masyarakat yang sudah jenuh akibat pergerakannya dibatasi dalam beberapa bulan terakhir akan "menyerbu" obyek-obyek wisata. Sehingga perlu penerapan protokol kesehatan yang ketat agar tidak terjadi lonjakan kasus lagi.
"Ya sudah terlihat revenge tourism itu di Pantai Pangandaran dan di Puncak mungkin juga di KBB. Mencegah revenge tourism butuh kerja sama, baik pengelola maupun pengunjung serta masyarakat yang ikut memantau," ungkap Sandiaga kepada wartawan, Jumat (10/9/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA