
Kasus Covid-19 Singapura Makin Ngeri, Dolarnya Tak Goyah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Singapura lagi-lagi mencatat rekor tertinggi dalam satu tahun terakhir. Meski demikian, dolar Singapura masih kuat melawan rupiah.
Pada pukul 13:23 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.608,64, dolar Singapura menguat 0,06% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 2 hari terakhir, Mata Uang Negeri Kanguru ini menguat 0,14% dan 0,27%, di saat kasus Covid-19 terus mencatat rekor tertinggi dalam 1 tahun terakhir.
Terbaru, kemarin pemerintah Singapura melaporkan penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 457 orang, jauh lebih tinggi dari sehari sebelumnya 349 orang yang merupakan penambahan terbanyak sejak Agustus 2020. Jika dibandingkan dengan awal Juli lalu ketika penambahan kasus masih belasan orang, kenaikan saat ini tentunya menjadi ribuan persen.
Kementerian Kesehatan Singapura (Ministry of Health/MoH) kini merubah format pelaporan kasus Covid-19.
"Kita tidak akan lagi memberikan informasi jumlah kasus terkait atau tidak terkait, sebab hal ini sudah tidak relevan, kini strategi kita adalah hidup berdampingan dengan Covid-19," kata MoH, sebagaimana dilansir Channel News Asia, Kamis (9/9/2021).
Selain itu, vaksinasi yang dilakukan Singapura menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.
"Hari ini, kita salah satu negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia, 81% dari populasi kita sudah mendapatkan vaksin penuh," tambah MoH.
Di sisi lain, rupiah mengalami tekanan dari dalam negeri. Data yang dirilis Rabu lalu menunjukkan masyarakat Indonesia semakin tidak percaya diri dalam menatap perekonomian. Hal in tercermin dari Survei Konsumen yang digelar Bank Indonesia (BI). Pada periode Agustus 2021, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 77,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 80,2.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Ketika masyarakat tidak pede, maka tingkat konsumsi cenderung menurun, yang tentunya berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan kemarin, BI melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2021 berada di 188,5. Turun 5% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) dan -2.9% dari Juli 2020 (year-on-year/yoy).
Untuk Agustus 2021, BI memperkirakan IPR Berada di 196,5. Tumbuh 4,3% mtm tetapi masih terkontraksi 0,1% yoy. Dibandingkan Juli 2021 ada perbaikan baik secara mtm maupun yoy.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'PPKM' Singapura Ketat Lagi, Dolarnya Anjlok 3 Hari Beruntun
