
Pasca Diguncang Tapering RBA, Dolar Australia Mulai Stabil

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) melakukan tapering atau pengurangan pembelian aset pada Selasa (7/9/2021) dn dolar Australia pun merosot melawan rupiah di hari yang sama.
Rabu kemarin sempat mencoba bangkit, tetapi kembali berbalik turun dan berakhir stagnan. Sementara pada perdagangan Kamis (9/9/2021), mata uang Negeri Kanguru tidak banyak bergerak, meski mampu menguat tipis menjelang sore.
Pada pukul 13:58 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.501,25, dolar Australia menguat 0,07% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Tapering yang dilakukan RBA pada Selasa lalu sebenarnya sudah diungkapkan pada pengumuman kebijakan moneter bulan Agustus lalu. Tetapi ada sedikit kejutan, yakni periode waktunya yang diperpanjang.
RBA melakukan pembelian aset (quantitative easing/QE) pertama kali dalam sejarah sejak November 2020 lalu, dengan nilai AU$ 100 miliar, dan dilakukan dengan melakukan pembelian obligasi sebesar AU$ 5 miliar per pekan.
Program tersebut berakhir di bulan ini, jika tidak diperpanjang artinya selesai, tidak perlu ada tapering. Tetapi RBA mengumumkan memperpanjang QE tetapi nilainya dikurangi menjadi AU$ 4 miliar per pekan.
Pada bulan Agustus lalu, RBA menyatakan QE AU$ 4 miliar per pekan akan dilakukan hingga November, tetapi Selasa lalu diumumkan hingga Februari 2022. Alhasil, dolar Australia tertekan.
Sementara itu, tekanan datang dari dalam dan luar negeri bagi rupiah. Kemarin, data menunjukkan masyarakat Indonesia semakin tidak percaya diri dalam menatap perekonomian. Hal in tercermin dari Survei Konsumen yang digelar Bank Indonesia. Pada periode Agustus 2021, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 77,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 80,2.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Kemudian dari luar negeri, bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali merosot. Kekhawatiran September Effect muncul, di mana pasar saham akan terkoreksi setelah menguat dalam 8 bulan terakhir.
Selain itu, isu tapering kini semakin meluas, tidak hanya bank sentral AS (The Fed) beberapa bank sentral utama di dunia juga sudah mulai mensinyalkan hal tersebut. Bank sentral Australia (Reserve bank of Australia/RBA) sudah melakukannya di bulan ini, bank sentral Korea Selatan bahkan sudah menaikkan suku bunga. Sehingga hawa-hawa pengetatan moneter sudah mulai terasa, di saat masyarakat belum yakin menatap perekonomian ke depannya.
Ketika masyarakat tidak pede, maka tingkat konsumsi cenderung menurun, yang tentunya berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking! Rupiah Terus Melemah, Dolar Sudah Tembus Rp 16.400
