Bos BTN Usulkan Target Rights Issue Turun Jadi Rp 3,3 T

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
09 September 2021 13:08
BTN
Foto: Dirut BTN Haru Koesmahargyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank BUMN dengan fokus pada kredit pemilikan rumah (KPR), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) berencana menambah modal dengan menerbitkan saham baru lewat skema memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue pada tahun 2022 mendatang.

Namun usulan besaran target dana dalam rights issue demi peningkatan modal ini kemungkinan akan direvisi dari sebelumnya Rp 5 triliun menjadi Rp 3,3 triliun. Dengan demikian, HMETD milik pemerintah yakni 60% atau sebesar Rp 2 triliun, sementara investor publik 40% atau Rp 1,3 triliun.

Direktur Utama BBTN, Haru Koesmahargyo menjelaskan bahwa pada awalnya di akhir 2020, perseroan memang mengusulkan dalam RBB (Rencana Bisnis Bank) untuk melakukan rights issue Rp 5 triliun.

Porsinya hak pemerintah sebagai pemegang saham terbesar akan menyerap 60% berarti Rp 3 triliun.

"Namun dari berbagai audiensi, termasuk dengan Kementerian Keuangan kami mengajukan usulan alternatif dua di mana rights issue akan diturunkan jadi Rp 3,3 triliun, terdiri dari hak pemerintah 60% sebesar Rp 2 triliun dan publik 40% sebesar Rp 1,3 triliun," kata Haru dalam Rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Kamis ini (9/9/2021).

Dia mengatakan, apabila alternatif opsi kedua ini diambil, maka kapasitas penyaluran KPR yang semula 1,2 juta unit dalam 5 tahun menjadi 1 juta unit dalam 5 tahun.

"Kami juga mengusulkan ke depan dividen payout [rasio pembayaran dividen] dijaga maksimum 10% agar menjaga minimum CAR 17% [capital adequacy ratio/rasio kecukupan modal]." kata mantan Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) ini.

"Jadi ini adalah alternatif yang kami usulkan dengan memperhatikan hasil dari audiensi Kemenkeu," jelasnya.

Dia mengatakan, dana dari rights issue akan memberikan manfaat sosial dan ekonomi.

Untuk pemerintah, BTN dapat meningkatkan kontribusi pajak dan dividen dan bisa optimalkan subsektor industri lain yang dihasilkan dari sektor perumahan. Kemudian, bisa memberdayakan UMKM lokal untuk menyediakan bahan konstruksi, memperluas lapangan pekerjaan dan lainnya.

"Pelaksanaan righst issue di 2022 diusulkan melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu dengan keikutsertaan pemerintah melalui PMN [penyertaan modal negara]," katanya.

Menurut Haru, dari hasil rights issue nantinya akan memperkuat struktur pemodalan BTN dengan menjaga rasio CAR di atas minimum regulator pada kondisi yang normal yaitu 15,25%.

"Dana rights issue digunakan sepenuhnya digunakan untuk penyaluran kredit, khususnya kredit perumahan. Saat ini BTN memiliki 90% dari total portofolio di perumahan dan 70% adalah KPR, dan ini [dana rights issue] akan digunakan untuk penyaluran KPR selama 5 tahun yakni 1,2 juta unit rumah 2021-2025.

"Dana itu juga mendukung bisnis berbasis ekosistem perumahan. Dari usulan yang awal kami sampaikan, ini adalah proyeksi ke depan jumlah KPR yang disalurkan, yaitu secara total 1,2 juta unit dengan proyeksi 167.000 di 2021, 199.000 di 2022, 229.000 di 2023, 277.000 di 2024, dan 334.000 unit 2025," katanya.

Dia menilai, jika melihat komposisi permodalan, pihaknya membandingkan dengan 11 bank lainnya, di mana ini bank BTN sebagai bank dengan aset terbesar di kelompoknya (peers) hanya memiliki porsi tier 1 (modal inti) yang terendah.

"CAR BTN 17,8%. Saya kira di dalam peers 11 bank ini yang terendah. Apalagi kalau kita lihat sebagai komponen tier 1, Bank BTN hanya 12,99%. Ini yang terendah di antara 11 peer bank."

"Dan untuk tetap bisa melakukan aktivitas penyaluran kredit, Bank BTN harus menerbitkan obligasi subordinasi atau modal tier II untuk bisa menjaga modal minimum yang diminta oleh OJK. Untuk sisi struktur pemodalan, BTN saat ini dimiliki 60% pemerintah, 40% publik. Dari 40% porsi saham itu 24% domestik, 16% dari luar negeri," jelasnya.

Sebagai catatan, sampai dengan Juni 2021, BBTN telah menyalurkan kredit sebesar Rp 265,9 triliun. atau tumbuh 5,59% secara tahunan (yoy) dari sebelumnya 251,83 triliun.

Pertumbuhan kredit itu masih ditopang penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi yang menjadi motor utama penggerak penyaluran kredit Bank BTN dengan kenaikan sebesar 11,17% yoy menjadi Rp 126,29 triliun per kuartal II/2021.

Dari segmen KPR Non-subsidi juga tumbuh perlahan di level 0,90% yoy menjadi Rp 80,59 triliun. Kredit konsumer non-perumahan juga tercatat meningkat di level 17,47% yoy menjadi Rp5,43 triliun pada kuartal II/2021.

Adapun, Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 31,84% yoy menjadi Rp 298,38 triliun pada kuartal II/2021 dari Rp226,32 triliun di periode yang sama tahun lalu.

Hal ini menyebabkan likuiditas perseroan cukup longgar dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 2.216 bps hingga ke level 89,12% di kuartal II/2021.

Di sisi lain, BTN juga akan mendapatkan tambahan untuk modal tier 1 dan CAR melalui PMN senilai Rp 2 triliun pada tahun depan (lewat rights issue).

Hal ini terungkap dari hasil rapat Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN Erick Thohir pada Rabu (14/7/2021) dan pengajuan PMN kepada 12 BUMN (termasuk BTN) disetujui DPR.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sederet Peran BTN dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular