RI Ternyata Raup Capital Inflow Terbesar Se-Asia Tenggara!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 September 2021 19:35
In this photo released by Indonesian Presidential Palace, Indonesian President Joko Widodo, center, delivers his press statement as, from left to right, Foreign Minister Retno Marsudi, Coordinating Minister for Economic Affairs Airlangga Hartarto, and Cabinet Secretary Pramono Anung listen, following ASEAN Leaders' Meeting at the ASEAN Secretariat in Jakarta, Indonesia, Saturday, April 24, 2021. Southeast Asian leaders demanded an immediate end to killings and the release of political detainees in Myanmar in an emergency summit with its top general and coup leader Saturday in the Indonesian capital, Indonesia's president said. (Laily Rachev, Indonesian Presidential Palace via AP)
Foto: Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers usai mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. (Laily Rachev, Indonesian Presidential Palace via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) mengurangi suntikan likuiditas di pasar, negara-negara Asia Tenggara justru masih mencetak aliran dana asing yang masuk (capital inflow). Hal ini mengindikasikan kecilnya risiko taper tantrum ke depan.

JPMorgan dalam laporan berjudul "Flows & Positioning: Rotation, Rebound, Taper Anxiety" menyebutkan semua negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) mencatatkan aliran modal masuk ke negara mereka sepanjang bulan Agustus lalu.

Indonesia berada di posisi teratas di antara negara ASEAN tersebut dengan perolehan capital inflow sebesar US$ 311 juta atau setara Rp 4,4 triliun, diikuti Malaysia sebesar US$ 251 juta, Thailand (US$ 175 juta), dan Filipina (US$ 33 juta). Sebaliknya, Vietnam mencetak aliran model asing keluar (capital outflow) senilai US$ 277 juta.

"Menguatnya kembali aliran dana asing ke kawasan tersebut terjadi selama 6 bulan beruntun, dipicu oleh pelonggaran pembatasan sosial secara bertahap, mengaburnya Covid-19, kenaikan tingkat vaksinasi, dan posisi tipis para investor dan investasi asing untuk rotasi, keluar dari China," tulis bank investasi asal Amerika Serikat (AS) tersebut dalam laporan yang dirilis Rabu (8/9/2021).

Berdasarkan realitas tersebut, JPMorgan memperkirakan kebijakan tapering (pengurangan pembelian obligasi) oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan dijalankan tahun ini kecil kemungkinan akan memicu pola aliran dana asing keluar di Asia seperti tahun 2013.

Pemicunya, menurut JP Morgan, adalah aliran dana asing ke pasar obligasi negara ASEAN yang dalam setahun terakhir tidak sederas seperti yang terjadi pada tahun 2013. Di sisi lain, cadangan devisa negara-negara ASEAN juga telah meningkat signifikan, cukup untuk mengatasi efek negatif yang mungkin muncul dari tapering.

Di sisi lain, ekonomi di Asia Tenggara secara fundamental juga telah semakin kuat, di mana ekonomi negara di kawasan tersebut tidak sedang kepanasan (overheated). Inflasi inti juga terkendali, dan tidak ada kerentanan gobal yang bisa membahayakan meski defisit fiskal mereka membengkak akibat pandemi.

Sementara itu, JP Morgan menyebutkan bahwa di bursa saham Asia Tenggara dalam 5 tahun terakhir justru mencetak capital outflow senilai US$ 30 miliar dengan kepemilikan asing yang minoritas sehingga tidak ada risiko balon besar hot money yang bisa mengempis ketika tapering dijalankan di AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article J.P.Morgan: Ada 'Cahaya' dari Gelapnya 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular