
Rupiah Garang, 3 Dolar Dilibas Sekaligus! Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sedang garang di awal pekan ini, tidak hanya melawan dolar Amerika Serikat (AS), dolar Singapura dan Australia juga dilibas. Rupiah makin bertenaga pascarilis data tenaga kerja AS Jumat pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 14:18 WIB, rupiah mampu menguat 0,25% melawan dolar AS ke Rp 14.225/US$, yang merupakan level terkuat sejak 15 Juni lalu.
Di saat yang sama, dolar Singapura dibuat melemah 0,26% ke Rp 10.598,27/SG$, dan dolar Australia jeblok 0,5% ke Rp 10.582,52/AU$.
Aliran modal masuk ke dalam negeri kembali membuat rupiah perkasa. Di pasar saham, pada perdagangan sesi I investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar 118, miliar.
Sementara di pasar obligasi yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 3,2 basis poin ke 6,100%. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika yield turun artinya harga sedang naik, begitu juga sebaliknya. Ketika harga naik, berarti ada aksi beli, dan kemungkinan juga investor asing.
Selisih yield yang sangat besar membuat investor asing tentunya tergiur mengalirkan modalnya ke Indonesia setelah rilis data tenaga kerja AS yang mengecewakan, dan membuat ekspektasi tapering makin mundur.
Di AS, yield obligasi (Treasury) tenor 10 tahun sebesar 1,32%, kemudian di Singapura 1,406%, dan Australia 1,264%. Yield tersebut tentunya jauh lebih rendah ketimbang SBN tenor sebesar 6,1%.
Departemen Tenaga kerja AS pada Jumat lalu melaporkan penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) bulan Agustus dilaporkan sebanyak 235.000 orang, jauh di bawah median survei Reuters terhadap para ekonom sebanyak 728.000 orang.
Rilis tersebut menguatkan ekspektasi bank sentral (AS) The Fed baru akan melakukan tapering di akhir tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan mundur di awal tahun depan jika data NFP selanjutnya yang dirilis awal bulan depan juga buruk.
Melonjaknya kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Amerika Serikat, khususnya varian delta sudah menunjukkan dampaknya ke perekonomian. Commonwealth Bank of Australia (CBA) menjadi salah satu yang memundurkan proyeksi tapering menjadi pertama The Fed menjadi bulan Desember, dari sebelumnya bulan Oktober.
Pasca rilis data tenaga kerja, rapat kebijakan moneter The Fed di bulan ini juga dikatakan menjadi kurang penting.
"Data tenaga kerja terbaru memberikan alasan Jerome Powell (ketua The Fed) untuk tidak terburu-buru melakukan tapering, dia bisa mengatakan 'saya sudah memberi tahu anda sebelumnya', dan ini membuat rapat kebijakan moneter The Fed menjadi kurang penting," kata JJ Kinahan, kepala strategi pasar di TD Ameritrade di Chicago, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (3/9/2021).
Alhasil, pelaku pasar kembali mengalirkan modalnya ke aset-aset dengan imbal hasil tinggi, rupiah pun perkasa pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
