
RI-China Tinggalkan Dolar AS, Yuan Paling Diuntungkan?

Investor legendaris, Stanley Druckenmiller, pada bulan Mei lalu memberikan peringatan jika dolar AS bisa kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dalam 15 tahun ke depan. Ia menyoroti kebijakan bank sentral AS (The Fed), ditambah dengan kebijakan fiskal saat ini berisiko membawa keruntuhan dolar AS.
"Sepanjang sejarah saya tidak pernah melihat periode dimana kebijakan moneter dan fiskal tidak sejalan dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, saya tidak menemukan satu pun," kata Druckenmiller, sebagaimana dilansir Financial Times, akhir Mei lalu.
Druckenmiller sebenarnya mendukung kebijakan The Fed ketika awal pandemi, tetapi menurutnya The Fed mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan terlalu lama.
Kebijakan The Fed tersebut memicu tingginya inflasi di Negeri Paman Sam. Kemudian, kebijakan fiskal yang agresif juga membuat utang AS terus menumpuk.
Hal tersebut dikatakan bisa membahayakan status dolar AS sebagai mata uang yang menguasai cadangan devisa global.
Porsi dolar AS memang sudah menurun cukup tajam. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), porsi dolar AS di cadangan devisa global di kuartal I-2021 sebesar 59,54%, naik dari kuartal IV-2021 sebesar 58.94%. Porsi di penghujung tahun lalu tersebut merupakan yang terendah dalam 25 tahun terakhir.
Jika dilihat ke belakang, porsi dolar AS terus menurun semenjak kemunculan euro di tahun 1999. Data dari IMF menunjukkan sejak kemunculan mata uang 19 negara di Eropa ini, porsi dolar AS di cadangan devisa global anjlok 12%.
Berdasarkan rilis IMF, banyak analis mengatakan penurunan porsi dolar AS pada cadangan devisa global sebagian akibat berkurangnya peran mata uang Paman Sam ini di perekonomian global.
Jika melihat porsi di cadangan devisa global, maka euro menjadi yang terdekat dengan dolar AS. Pada kuartal I-2021, porsi euro sebesar 20,57%, turun dari kuartal sebelumnya 21,29%.
Porsinya memang sangat jauh dibandingkan dolar AS, sejak kemunculannya di 1999, porsi euro juga stabil di kisaran 20%. Tetapi melansir Financial Times, euro menjadi salah satu penantang kuat yang bisa merebut tahta dolar AS.
Euro termasuk sebagai penantang dolar AS, dilihat dari ukuran perekonomian. Zona euro saat ini berada di urutan kedua perekonomian terbesar di bawah Amerika Serikat. Ukuran ekonomi menjadi salah satu penentu mata uang menjadi cadangan devisa global.
Semakin besar ukuran ekonomi artinya semakin banyak negara-negara bertransaksi perdagangan, sehingga penggunaan mata uang pun semakin banyak. Amerika Serikat masih menjadi negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar berkontribusi berkontribusi sebesar 24% terhadap total output global. Selanjutnya zona euro, dan di urutan ketiga ada China dengan kontribusi sebesar 15% terhadap PDB global.
Hal tersebut membuat yuan (renminbi) juga dikatakan menjadi penantang dolar AS.
Yuan saat ini berada di urutan kelima, di bawah yen dan poundsterling. Porsi yuan di kuartal I-2021 sebesar 2,45%, naik dari kuartal sebelumnya 2,27%, tetapi pada kuartal IV-2016, porsi yuan di cadangan devisa global hanya 1,07%. Artinya mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dalam 5 tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]