Jakarta, CNBC Indonesia - Masih ingat Elizabeth Holmes? Perempuan kelahiran 3 Februari 1984 ini merupakan mantan pengusaha Amerika Serikat (AS) yang menjadi pendiri dan Kepala Eksekutif (CEO) Theranos, perusahaan teknologi kesehatan yang sekarang sudah tidak ada lagi.
Ia pernah dijuluki "perempuan miliarder termuda di dunia" oleh majalah Forbes. Media bisnis Inc, menyematkan padanya julukan "The next Steve Jobs", dan majalah bisnis lainnya juga sempat memajang wajahnya di sampul majalah. Dia juga masuk daftar Time's 100 Most Influential People of 2015.
Kini, Holmes akan disidang atas tuduhan menipu investor. Wanita cantik ini menghadapi 10 tuntutan penipuan dan dua konspirasi. Pernyataan pembukaan persidangan dijadwalkan pada 8 September mendatang dan persidangan diperkirakan berlangsung selama 13 minggu ke depan.
Sebetulnya bagaimana sih ceritanya sampai dia diadili?
Pada 2014, Holmes, waktu itu usianya 30 tahun. Dia membangun perusahaan dengan valuasi mencapai US$ 9 miliar atau setara dengan Rp 128,7 triliun (kurs US$ 14.300/US$) yang digadang-gadang akan membawa revolusi dalam diagnosis penyakit.
Theranos, startup tes darah memang menawarkan teknologi yang sangat revolusioner. Startup bidang biotek yang bermarkas di Silicon Valley, California, AS, ini mencoba mendisrupsi industri tes darah AS yang bernilai miliaran dolar.
Theranos mengklaim mampu melakukan ratusan tes (lebih dari 240) mulai dari kadar kolesterol hingga analisis genetik yang kompleks, hanya dengan satu tusukan jarum untuk mengambil darah.
Teknologi ini diproyeksikan akan menghancurkan industri yang semula membutuhkan satu botol darah untuk setiap tes diagnostik yang dilakukan.
Menawarkan kecepatan dan harga murah, Theranos tampaknya siap merevolusi industri kesehatan dan kedokteran untuk menyelamatkan banyak nyawa di seluruh dunia, sampai akhirnya dugaan skandal penipuan muncul ke permukaan.
Holmes pun dituduh menipu investor. Teknologi yang dikatakan mampu memangkas sekitar setengah dari tarif penggantian Medicare dan Medicaid yang mencapai ratusan miliar dolar ini ternyata hanya bualan semata dan tidak bekerja sesuai harapan.
John Carreyrou, jurnalis The Wall Street Journal membuka skandal ini ke publik berawal dari kecurigaan dan rasa penasaran atas kemampuan Holmes untuk menciptakan terobosan teknologi medis, padahal Holmes hanya dua semester belajar di kelas teknik kimia di Stanford.
Kasus ini akan segara masuk persidangan di pengadilan dengan pemilihan juri telah selesai dilaksanakan.
Holmes menegaskan dirinya tidak bersalah, akan tetapi jika terbukti sesuai tuduhan ia akan menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara.
Berikut tim riset CNBC merangkum beberapa fakta menarik terkait skandal Theranos, dari sejumlah pemberitaan CNBC dan publikasi media.
NEXT: Cek Fakta-fakta Skandal Theranos
Miliarder wanita termuda
Holmes keluar dari Stanford untuk mendirikan Theranos pada tahun 2003 atau tahun kedua perkuliahannya. Dengan janji merevolusi industri kesehatan, selama satu dekade berikutnya, Holmes berhasil tidak hanya mendapatkan profesor dan mentor Stanford-nya sendiri untuk jadi direksi di perusahaannya, tetapi juga menarik dana US$ 400 juta atau setara Rp 5,7 triliun dari pemodal ventura.
Pada tahun 2014, Theranos memiliki valuasi sebesar sebesar US$ 9 miliar atau setara dengan Rp 128,7 triliun, dengan kepemilikan saham yang mencapai setengahnya, Forbes mencantumkan nama Holmes sebagai salah satu miliarder termuda.
Dengan kasus ini, Forbes kemudian mendevaluasi kekayaan pribadi Holmes menjadi nol di 2017, padahal di 2016, Holmes ditaksir punya kekayaan US$ 3,6 miliar atau setara Rp 51 triliun, nomor 435 di dunia versi Forbes.
Edison dan hasil tes palsu
Edison, nama yang diilhami dari penemu bola lampu Thomas Alva Edison, merupakan teknologi yang dijanjikan oleh Theranos, satu kali suntikan pengambilan sampel darah yang bisa menjalankan ratusan tes.
Investor dan media menyukainya hingga peneliti kesehatan dan beberapa jurnalis mulai bertanya-tanya apakah klaim Holmes benar-benar valid?
Bulan Oktober 2015, Wall Street Journal menerbitkan investigasi menarik, menemukan kejanggalan bahwa klaim revolusioner perusahaan itu ternyata berlebihan.
Theranos diduga mengumpulkan sampel darah dengan cara tradisional dan kemudian mengencerkannya - menyebabkan sampel terdilusi - sehingga dapat dijalankan pada mesin yang dibuat oleh perusahaan lain dan bukan menggunakan teknologi Edison yang banyak digembar-gemborkan.
Steve Jobs Wanna Be
Industri startup khususnya teknologi memang sering kali menjual inovasinya secara berlebihan, Holmes juga ikut terjun dalam budaya 'fake it till you make it' ini.
Holmes dengan hati-hati mengembangkan citranya, memberikan janji-janji menarik tentang teknologi revolusioner Theranos dengan suara yang luar biasa dalam, tatapan intens, dan seragam turtleneck hitam yang dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang kepada pendiri Apple, Steve Jobs.
Sebelum skandal meluas, dia menampilkan dirinya sebagai wirausahawan paling ambisius dan percaya diri untuk mengubah dunia, pola dasar umum dalam industri teknologi, yang telah membantu mendorong start-up menjadi semakin besar, kaya raya dan berkuasa.
Pejabat publik dalam pusaran Theranos
Pada puncak masa jayanya, Theranos tidak hanya mampu menggaet investor kelas kakap, tetapi juga berhasil menggaet banyak figur publik ternama untuk menjadi anggota dewan direksi dan komisaris di perusahaan miliknya.
Tentu saja kedudukan penting mereka di Theranos kemungkinan besar akan dipertanyakan pada persidangan mendatang, beberapa tokoh publik yang namanya ikut terbawa-bawa dalam skandal ini antaranya adalah
David Boies, seorang pengacara terkemuka, mewakili Theranos sebagai pengacaranya dan menjabat di sebagai direksi Theranos.
James Mattis, seorang pensiunan jenderal bintang empat, merupakan anggota dewan direksi Theranos yang kemudian menjabat sebagai menteri pertahanan di era kabinet Presiden Donald J. Trump.
George Pratt Shultz ekonom, diplomat, dan politisi AS yang sempat menduduki jabatan menteri di era Nixon dan Reagan, merupakan anggota dewan direksi Theranos dari 2011 hingga 2015.
Henry Alfred Kissingermantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan pemenang Nobel Perdamaian sempat menjabat di Theranos 2014 hingga 2017.
TIM RISET CNBC INDONESIA