Usai 2 Hari Berlari Kencang, Rupiah 'Tersandung' Data ADP

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 September 2021 15:28
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melesat lebih dari 1% dalam 2 hari terakhir, rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (1/9/2021).

Penguatan tajam dalam 2 hari terakhir membawa rupiah ke level terkuat dalam 10 pekan terakhir, sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking). Apalagi, malam ini ada rilis data tenaga kerja AS versi Automatic Data Purchasing Inc. (ADP) yang bisa membuat dolar AS perkasa lagi.

Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,11% di Rp 14.250/US$, sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini. Setelahnya, rupiah melemah 0,25% ke Rp 14.300/US$.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.285/US$, melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Jelang rilis data dari ADP, indeks dolar AS yang sudah merosot sejak Jumat lalu akhirnya bangkit. Sore ini, indeks yang dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS ini menguat 0,15%, rupiah pun diterpa aksi ambil untung.

Data tenaga kerja dari ADP biasanya digunakan untuk memprediksi rilis data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis Jumat pekan ini. Data tersebut merupakan acuan bank sentral AS (The Fed) untuk melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Ketua The Fed, Jerome Powell, pada Jumat lalu di simposium Jackson Hole menyatakan tapering akan tepat dilakukan di tahun ini. Tetapi, mengindikasikan setelah tapering selesai, bukan berarti suku bunga rendah akan langsung dinaikkan.

Hal tersebut membuat dolar AS tertekan. Pasar melihat saat ini The Fed kemungkinan akan memulai tapering di bulan Desember.

"Pasar masih mencerna pernyataan Powell terkait tapering, dan anda bisa melihat pasar sedikit bingung melihat yield Treasury yang tidak naik. Ke depannya akan tergantung data inflasi dan tenaga kerja," kata Edward Moya, analis pasar di OANDA New York, sebagaimana dilansir CNBC International Senin (30/8/2021).

Seperti diungkapkan Moya pasar kini menanti rilis data tenaga kerja yang merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.

Malansir Forex Factory, data dari ADP malam ini diperkirakan menunjukkan perekonomian AS menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian dan pemerintahan sebesar 660.000 orang di bulan Agustus, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 330.000 orang.

Jika data tenaga kerja ADP hari ini bagus, maka data tenaga kerja AS di hari Jumat tentunya diproyeksikan bagus juga. Spekulasi tapering akan semakin cepat akan menguat, dan dolar AS menjadi perkasa.

Data tenaga kerja AS versi pemerintah terdiri dari non-farm payrolls (NFP) atau penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian, yang diperkirakan sebanyak 750.000 orang di bulan Agustus. Kemudian tingkat pengangguran diprediksi turun menjadi 5,2% dari sebelumnya 5,4%. Selain itu ada juga rata-rata upah per jam.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sektor Manufaktur RI Masih Berkontraksi, Inflasi Rendah

Beberapa data ekonomi dirilis dari dalam negeri pada hari ini. IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia masih mengalami kontraksi di bulan Agustus, meski membaik dari bulan sebelumnya. Angka PMI bulan Agustus dilaporkan sebesar 43,7 dari sebelumnya 40,1.

"Gangguan Covid-19 berlanjut terhadap perekonomian Indonesia dan membebani sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut. Meskipun begitu, dengan gelombang kedua Cpvid-19 yang sudah melewati puncak, penurunan produksi dan permintaan perlahan mereda," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Di bulan ini ada peluang PMI manufaktur akan semakin membaik, dan tidak menutup kemungkinan terjadi ekspansi, sebab Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah kembali dilonggarkan, dan beberapa wilayah turun ke level 3. Beberapa sektor sejak 2 pekan lalu juga sudah diizinkan work from office (WFO) 100%, tentunya dengan syarat dan protokol kesehatan ketat.

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data laju inflasi Indonesia periode Agustus 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi, laju inflasi masih lambat.

Pada Rabu (1/9/2021), Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto melaporkan inflasi Agustus 2021 adalah 0,03% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 1,59%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,03% pada Agustus 2021 dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Agustus 2020 terjadi inflasi 1,59%.

Rendahnya inflasi tersebut memberikan gambaran lemahnya daya beli masyarakat, yang tentunya berdampak negatif bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular