Ini Bocoran Lo Kheng Hong Kalau Mau Serok Saham, Oke Gak Sih?
Jakarta, CNBC Indonesia- Investor ritel tersukses di Indonesia, Lo Kheng Hong (LKH) menjual semua kepemilikan sahamnya sebanyak 107.012.600 saham (6,115%) di emiten logistik jasa perkapalan, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS), menyusul penjualan saham yang dilakukan Grup Indika.
Dengan penjualan ini, Lo Kheng Hong akan fokus membeli saham-saham di sektor lainnya yang punya prospek menarik, mulai dari perbankan, perkebunan kelapa sawit (crude palm oil/CPO), hingga tambang batu bara dan bubur kertas.
"Iya Pak, saya jual semua saham MBSS," kata Lo Kheng Hong, kepada CNBC Indonesia, Jumat pagi (27/8/2021).
"Saya mau merealisasi keuntungan dan karena kinerja MBSS juga tidak begitu bagus dan uangnya mau saya belikan wonderful company Pak," kata LKH lagi.
"[Saya akan membeli saham] perbankan, perkebunan kelapa sawit, tambang batu bara, pulp and paper, dan lainnya," jelas Lo Kheng Hong.
Saham apakah yang kira-kira akan diborong oleh Lo Kheng Hong dan bagaimana industri pilihan Lo Kheng Hong sendiri?
Well, untuk sektor perbankan sejatinya memang tahun 2021 yang diprediksi menjadi tahun kebangkitan ekonomi akan menguntungkan sektor perbankan. Dengan bergeraknya roda ekonomi maka kredit yang sebelumnya macet dapat kembali lancar sehingga NPL bisa naik dan pencadangan akan turun sehingga laba bersih perbankan akan naik.
Selain itu dengan bergeraknya roda ekonomi maka tentunya pemberian kredit yang menjadi urat nadi laba perbankan akan kembali naik sehingga laba bersih dapat kembali tumbuh.
Hal ini juga terlihat dari laporan keuangan emiten perbankan raksasa yang mayoritas sukses membukukan kinerja positif dibandingkan dengan tahun 2020 meskipun karena low base effect dimana kinerja 2020 tergolong buruk dan masih turun apabila dibandingkan dengan tahun 2019 sehingga sejatinya kinerja perbankan belum kembali ke era sebelum terjadi pandemi.
Untuk saham-saham perbankan, sejatinya LKH sudah tercatat memiliki saham finansial yakni PT Clipan Finance Tbk (CFIN) yang merupakan induk dari PT (PNBN) alias Bank Panin. Tercatat per 31 Juli 2021 LKH memegang 205 juta saham CFIN atau setara 5,16%.
Tercatat berberapa saham perbankan raksasa BUKU IV (Bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun) juga diperdagangkan dengan valuasi murah di bawah nilai bukunya yang menjadi salah satu kriteria utama saham-saham pilihan LKH.
Catat saja PNBN dengan PBV 0,42 kali, PT Bank Danamon Tbk (BDMN) dengan PBV 0,51 kali, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dengan PBV 0,6 kali.
Selanjutnya duo komoditas minyak sawit dan batu bara juga masih akan menjadi incaran LKH. Prospek komoditas untuk berberapa periode ke depan memang masih cerah karena adanya sentimen commodity supercycle.
Hal ini karena pasca munculnya krisis jumlah permintaan terhadap komoditas yang melesat karena ekspansi mulai berjalan kembali tak dapat diimbangi oleh penawaran yang macet akibat produksi yang sempat terhenti karena pandemi sehingga harga komoditasnya terbang.
Untuk saham CPO, sebelumnya LKH sudah membeberkan kepada CNBC Indonesia bahwa sang value investor memiliki emiten minyak sawit PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) yang saat ini memiliki PBV 0,66 kali.
Awalnya, Lukas Setia Atmaja penulis buku 'Who Wants To Be a Smiling Investor" memposting foto kunjungan LKH ke kantor pusat TBLA Oktober 2019 silam di akun Instagramnya. Dalam postingan tersebut terpantau pria yang akrab disapa LKH ini sedang memegang gula Rose Brand yang merupakan salah satu produk TBLA.
CNBC Indonesia mengkonfirmasi terkait foto yang beredar luas di kalangan pelaku pasar modal tersebut. Menurut Lo, demikian sapaan akrab Warren Buffett Indonesia ini, ini merupakan foto lama.
"Foto lama Oktober 2019, jadi viral," kata Lo kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/2/2021).
Sebelumnya memang beredar di kalangan para pelaku pasar bahwa LKH merupakan salah satu pemegang saham TBLA, tapi jumlahnya di bawah 5% sehingga tak tercatat di keterbukaan informasi.
Lo mengakui dia menjadi salah satu investor saham TBLA. "Ada," kata Lo saat CNBC Indonesia menanyakan apakah punya kepemilikan di saham TBLA, tapi tidak menyebutkan secara rinci besaran saham yang ia miliki.
Tercatat pemegang saham TBLA per 31 Juli 2021 adalah PT Sungai Budi sebagai pengendali yang merangkul 28,08%, PT Budi Delta Swakarya yang juga merupakan pengendali dengan kepemilikan 27,18%, sedangkan sisanya dimiliki oleh investor publik 43,52%. Perseroan juga memiliki saham treasuri sebanyak 1,22%.
Sementara untuk sektor batu bara, tercatat LKH memiliki salah satu anak usaha INDY yakni PT Petrosea Tbk (PTRO) dimana per 31 Juli 2021, LKH menguasai 151 juta saham PTRO atau setara dengan 15,013%.
Terakhir, di sektor pulp and paper sejatinya tak akan banyak muncul kabar gembira hingga tahun depan karena sentimen penggerak cenderung minim. Bahkan sejatinya banyak yang memang sudah menyebutkan bahwa industri ini merupakan sunset industry, dimana penggunaan kertas sudah mulai ditinggalkan terutama kertas yang digunakan untuk buku karena mulai terjadinya digitalisasi.
Meskipun demikian penggunaan kertas lain seperti untuk packaging dan dus trennya kembali mulai meningkat seiring dengan kasus Covid-19 yang menyebabkan e-commerce semakin marak digunakan.
Berberapa raksasa di industri ini termasuk PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) yang memiliki PBV 0,57 kali dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dengan PBV 0,89 kali.
Bahkan LKH sudah tak asing lagi terhadap saham INKP dimana pada tahun 2017 silam LKH pernah memborong saham ini dan meraup untung yang lumayan.
Sebelumnya Lo Kheng Hong adalah salah satu pemegang saham Mitrabahtera Segara Sejati dengan persentase terbesar bersama dengan PT Indika Energy Tbk (INDY), holding bisnis Grup Indika.
Belum diungkapkan berapa keuntungan LKH dalam penjualan saham ini. Setahun terakhir melesat 46% dan 5 tahun terakhircuan127%. Pada perdagangan Jumat pagi ini saham MBSS turun 3,91% di level Rp 615/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 1 triliun.
Jika mengacu pada harga tertinggi MBSS di level Rp 670/saham pada tahun ini, maka LKH bisa mengantongi Rp 72 miliar.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSE) per 25 Agustus lalu, sudah tak ada lagi nama LKH di kepemilikan saham MBSS di atas 5%. Hanya tercatat nama UBS AS Singapore S/A PT Indika Energy Infrastructure sebesar 51% (892.513.586), PT Galley Adhika Arnawama 5,82% (101.811.800), dan China Navigation Company Private Limited 25,68% (449.441.414), sisanya publik.
Mitrabahtera Segara Sejati adalah emiten yang bergerak dalam bidang penyediaan jasa pengiriman, baik kargo maupun penumpang hingga pengangkutan minyak.
Sepanjang tahun 2020 lalu MBSS membukukan rugi bersih sebesar US$ 14,99 juta, berbalik dari keuntungan yang diperoleh tahun 2019 sebesar US$ 1,59 juta. Kinerja laba yang negatif salah satunya juga dikarenakan pendapatan perusahaan yang tertekan sepanjang tahun lalu turun dari US$ 77,84 juta menjadi US$ 54,86 juta.
Sebelumnya, INDY mendivestasi seluruh saham MBSS yang dimilikinya sebagai langkah perusahaan untuk mengurangi eksposur di bisnis batu bara. Divestasi ini ditargetkan dapat rampung pada Oktober 2021 mendatang setelah memenuhi persyaratan dari perjanjian.
Azis Armand, Wakil Direktur Utama dan Group CEO Indika Energy, mengatakan perusahaan akan mengurangi eksposur di bisnis batu bara dan menambah portofolio investasi non-batubara. Indika Energy menargetkan untuk mencapai 50% pendapatan dari sektor non-batubara pada tahun 2025.
"MBSS adalah perusahaan pelayaran energi yang dilengkapi dengan fasilitas dan armada yang lengkap dan prima, dan telah bergabung dalam Indika Energy Group selama 10 tahun terakhir. MBSS juga dikelola oleh manajemen yang profesional dan menunjukkan pertumbuhan bisnis yang baik, termasuk di tahun 2021. Meski demikian, penjualan saham Indika Energy di MBSS menjadi langkah perusahaan untuk mengurangi eksposur di bisnis batubara," kata Azis, Senin (9/8/2021).
Adapun INDY melalui PT Indika Energy Infrastructure (IEI) mendivestasi saham MBSS bersama-sama dengan The China Navigation Co. Pte. Ltd. (CNCo) dengan calon pembelinya adalah PT Galley Adhika Arnawama (GAA).
Kedua pihak telah menandatangani perjanjian Jual Beli Bersyarat (Conditional Sales and Purchase Agreement (CSPA).
Berdasarkan CSPA tersebut, IEI bermaksud untuk menjual keseluruhan 892.513.586 saham IEI di MBSS yang mewakili 51% dari modal disetor MBSS.
Valuasi yang disepakati untuk seluruh saham di MBSS adalah setara dengan US$ 81 juta atau setara dengan Rp 1,17 triliun.
Dengan demikian, perkiraan nilai penjualan dari rencana transaksi adalah sejumlah US$ 41,31 juta atau setara Rp 599 miliar, nyaris Rp 600 miliar.
(trp/trp)