Sarasehan 100 Ekonom

Ada SWF Belum Menjamin Kurangi Beban APBN, Ini Alasannya!

Yuni Astuti & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
Kamis, 26/08/2021 14:55 WIB
Foto: Ekonom Indef, M.Rizal Taufikurahman di acara Sarasehan 100 Ekonom (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC IndonesiaEkonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai adanya dana abadi atau sovereign wealth fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) yang didirikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Februari 2021 belum tentu menjamin bisa mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal itu ditegaskan M Rizal dalam forum Sarasehan 100 Ekonom dengan tema Penguatan Reformasi Struktural Fiskal dan Belanja Berkualitas di Tengah Pandemi, secara virtual, disiarkan dari CNBC Indonesia, Kamis (26/8/2021).

"Harusnya bisa [SWF mengurangi beban APBN], apalagi kondisi pandemi yang masih unpredictable di 2022," tegasnya.


Namun dia menegaskan penggunaan dana dari investor-investor dalam SWF pun belum ada jaminan dana tersebut teralokasikan sesuai dengan tujuan SWF didirikan. Hal itu karena penerima investasi, terutama di daerah perlu disiapkan juga untuk menunjang iklim investasi.

"Jadi ketika menggunakan dana SWF pun ga ada jaminan teralokasikan sesuai tujuan SWF. Karena lagi-lagi penerima investasi di daerah dan harus disiapkan iklim investasi. Infrastruktur dan berbagai kebutuhan untuk anggaran stimulus fiskal," jelasnya.

Persoalan di daerah soal investasi misalnya, apakah perkara lahan untuk investasi tertentu sudah jelas dan aman status hukumnya.

"Kalau di daerah di provinsi tertentu misal pariwisata atau industri pengolahan, masalahnya apakah siap. Lalu masalah lahannya, misalnya apakah clean and clear. Jadi produktivitas jauh lebih bagus," katanya.

"[Sebab itu SWF harus efektif], karena nanti jd beban juga [kalau investasi tidak tersalurkan]," katanya.

Terkait dengan pengelolaan utang, dalam kesempatan itu, Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Indef, mengatakan semestinya utang negara itu dialokasikan untuk memberikan multiplier effect dan jangka panjang.

Foto: Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad di acara Sarasehan 100 Ekonom (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad di acara Sarasehan 100 Ekonom (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

"Karena sustainability itu yang kemudian menjadi terjamin sektor yang memberikan multiplier effect dan fiskal sendiri. Singkronisasi fiskal antara pusat dan daerah perlu menjadi perhatian penting," kata Tauhid.

"Pemerintah perlu mengatur utang jangka pendek dan menengah. Kemudian implementasi program dan kegiatan projek-proyek infrastruktur oleh BUMN dan SWF."

"Saya kira bisa dipastikan risiko berkaitan dengan implementasi bisa diprediksi, misal terkait dengan kesulitan di lapangan dan cost [beban]. Misalnya ketika infrastruktur rugi, biar gimana ga rugi tidak membebani menambah PMN [penyertaan modal negara] dan investasinya tinggi."


(tas/tas)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Awasi Ketat Kripto, Fokus pada Aktivitas Domestik