Ada Burden Sharing, Harga Obligasi RI Menguat Siang Ini!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
24 August 2021 13:40
Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konfrensi Pers Mengenai Pemerintah & Bank Indonesia Perkuat Kerja Sama dlm Pembiayaan Sektor Kesehatan & Kemanusiaan (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konfrensi Pers Mengenai Pemerintah & Bank Indonesia Perkuat Kerja Sama dlm Pembiayaan Sektor Kesehatan & Kemanusiaan (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) bergerak menguat pada perdagangan Selasa (24/8/2021), ditandai dengan pelemahan imbal hasilnya (yield) di hampir seluruh SBN acuan.

Penguatan ini setelah pemerintah akan kembali melakukan burden sharing untuk menjaga kredibilitas di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Burden sharing ialah skema menanggung beban bersama antara pemerintah (menteri keuangan sebagai otoritas fiskal) dan Bank Indonesia (sebagai otoritas moneter) guna memenuhi kebutuhan pembiayaan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional karena dampak Covid-19.

Pada siang hari ini, investor kembali memburu surat utang pemerintah RI. Namun, hanya SBN bertenor 1 tahun yang imbal hasilnya (yield) cenderung stagnan di level 3,144%.

Sementara itu, yield SBN acuan pemerintah bertenor 10 tahun yang merupakan yield SBN acuan negara melemah 2 basis poin (bp) ke level 6,36% pada hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga melemahnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

SBN

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap menjaga kredibilitas di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya memastikan pembiayaan untuk kebutuhan belanja bisa terpenuhi.

"Kami akan tetap jaga kredibilitas dari kita. Kami akan tetap menjaga market dalam hal ini SBN," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (24/8/2021) pagi.

Salah satu yang dilakukan Sri Mulyani adalah dengan melakukan burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) III. BI akan membeli surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 439 triliun di pasar perdana (primary market) dan private placement.

"SKB III ini adopsi prinsip-prinsip kita menjaga antara BI dan pemerintah, yaitu kami masing-masing jaga fiskal dan moneter tetap kredibel jaga perekonomian. Dari sisi APBN, fiskal space dan sustainable dalam jangka menengah jadi penting," jelasnya.

Dari sisi BI, kata Sri Mulyani juga akan tetap menjaga inflasi dan nilai tukar rupiah tetap stabil dan terkendali.

"Kami sama-sama lihat kesinambungan dari pemerintah APBN dan dari BI neraca keuangan BI. Ini syarat penting agar pembangunan ekonomi tetap berjalan sustainable," ujar Sri Mulyani.

Kedua institusi tetap menjaga independensi dalam mengeluarkan kebijakan. Berbagi beban hanya merupakan konsep untuk saling bekerja sama dalam pemulihan ekonomi dari pandemi covid-19.

"Keputusan bersama ini menyangkut skema dan koordinasi pemerintah dan BI dalam rangka pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan," terang Sri Mulyani.

NEXT: Burden Sharing Solusi Tepat?

Ekonom senior Chatib Basri menyadari bahwa yield SBN yang berlaku saat ini masih tergolong sangat tinggi. Padahal inflasi di Indonesia terbilang rendah, yakni hingga Juli sebesar 1,5% secara tahunan (year on year/yoy) dan hingga akhir tahun masih akan di bawah 3%.

Pada sisi lain tidak ada risiko depresiasi rupiah yang terlampau dalam.

Bila dibandingkan dengan yield surat utang pemerintah Amerika Serikat (AS), Treasury, selisihnya jauh berbeda. Sehingga tidak ada kekhawatiran pemerintah sulit menarik utang, sekalipun ada tapering pada tahun depan.

"Selisihnya jauh, bisa 3% lebih, tinggi banget investor dapat segitu. Jadi tidak ada masalah," ujar Chatib kepada CNBC Indonesia.

Menurutnya, pemerintah harus memikirkan cara agar yield SBN bisa lebih rendah. Pada 2014 silam, selisih yield SBN dengan US Treasury hanya sebesar 1%. Namun investor masih tetap berminat mendapatkan obligasi pemerintah.

Misalnya dengan optimalisasi pembiayaan dari sumber lain. Mulai dari pinjaman multilateral hingga burden sharing dengan BI.

"Burden sharing itu bisa relevan dilakukan saat ini. Walaupun kredibilitas BI akan dipertanyakan. Tapi kondisi Covid-19 ini memang belum selesai, tidak di Indonesia saja tapi juga dunia," paparnya.

Diketahui pemerintah terpaksa memperlebar defisit APBN dan menambah banyak utang untuk kebutuhan akan penanganan Covid-19 beserta dampaknya. Tanpa burden sharing, rasio belanja bunga terhadap PDB adalah 2,40% pada 2021 dan 2,43% di tahun depan atau sekitar Rp 400 triliun.

Melalui kebijakan ini, maka rasio bisa diturunkan ke 2,21% dan 2,19%. Dampak positifnya tidak hanya akan terasa sampai 2022, namun juga pada tahun-tahun berikutnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular