
Lesu Sepekan, Bagaimana Rupiah ke Depan? Simak Penjelasan BI

Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menjelaskan, fundamental ekonomi Indonesia juga lebih baik dibandingkan 2013. Salah satu indikatornya adalah defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang tahun ini diperkirakan BI 0,6-1.4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Obligasi Indonesia memang sedang menarik. Mayoritas yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penurunan. Hanya yield SBN tenor 1 tahun dan 25 tahun yang mengalami kenaikan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan ini hingga 16 Agustus lalu, terjadi capital inflow sebesar Rp 7,6 triliun.
Maka dari itu, ketika isu ini muncul pasar keuangan dalam negeri cenderung stabil. Berbeda dengan pasar saham dunia yang rata-rata turun.
"Namun di Indonesia memang obligasinya cenderung stabil dan asing masih melakukan pembelian bersih di pasar saham, sehingga praktis rupiah tidak melemah terlalu dalam," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Akan tetapi bukan berarti ini isu yang patut diabaikan begitu saja. Tapering baru direncanakan, belum terealisasi. BI dan juga pemerintah patut mempertimbangkan berbagai risiko lain, misalnya pembiayaan APBN tahun depan.
"Ingat walaupun defisit neraca transaksi berjalan kita lebih rendah, tapi defisit fiskal kita yang 4-6% masih relatif besar secara historis. Jadi implementasi dari konsolidasi fiskal menjadi penting," terang Satria.
"Model kami menunjukkan, keseimbangan pembiayaan (atau 'external financing') Indonesia adalah salah satu kelemahan fundamental makroekonominya, terutama jika dibandingkan di regional dan negara investment grade lain."
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]