Semangat! Rupiah Berusaha Bangkit Meski NPI Defisit

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 August 2021 13:30
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah memangkas pelemahan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan Jumat (20/8/2021). Sempat mendekati Rp 14.500/US$, rupiah kini mampu memangkas pelemahan meski Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dilaporkan mengalami defisit di kuartal II-2021.

Melansir data Refinitiv, begitu bel perdagangan berbunyi rupiah langsung melemah 0,35% ke Rp 14.450/US$. Sempat memangkas pelemahan hingga stagnan di Rp 14.400/US$, rupiah akhirnya kembali ke zona merah hingga merosot 0,49% ke Rp 14.470/US$.

Rupiah sekali lagi memangkas pelemahan dan berada di Rp 14.435/US$, melemah 0,24% pada pukul 12:00 WIB.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, NPI pada kuartal II-2021 berada di posisi defisit US$ 450 juta. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang surplus luar biasa hingga mencapai US$ 4,06 miliar.

NPI terdiri dari dua pos besar yaitu transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial.

Transaksi berjalan menggambarkan arus masuk-keluar devisa yang datang dari ekspor-impor barang dan jasa, pendapatan primer, serta serta pendapatan sekunder. Keluar masuk devisa di pos ini lebih stabil ketimbang pos transaksi modal dan finansial yang cepat datang dan pergi.

Sehingga current account akan memberikan dampak yang cukup besar ke pergerakan rupiah.

Defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang besar tidak mampu ditutup oleh pos transaksi modal dan finansial yang surplus US$ 1,92 miliar pada kuartal II-2021.
Sementara transaksi berjalan mengalami defisit US$ 2,23 miliar atau 0,77% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus US$ 1,06 miliar (0,38% PDB).

npi

Meski transaksi berjalan mengalami defisit dalam 2 kuartal beruntun, tetapi hal tersebut memberikan gambaran roda perekonomian dunia yang kembali berputar. Dibandingkan ketika surplus pada kuartal III dan IV-2020, saat itu roda perekonomian nyaris terhenti akibat penerapan pembatasan sosial hingga lockdown di berbagai negara.

Apalagi jika transaksi berjalan ditelisik sedikit lebih dalam, transaksi perdagangan barang sebenarnya membukukan surplus, bahkan cukup besar yaitu mencapai US$ 8,09 miliar. Naik dibandingkan kuartal I-2021 yang surplus US$ 7,63 miliar.

Namun surplus tersebut langsung hangus oleh defisit di neraca pendapatan primer yaitu minus US$ 8,14 miliar. Defisit ini lebih dalam ketimbang kuartal I-2021 yakni minus US$ 6,75 miliar.

"Defisit neraca pendapatan primer meningkat akibat kenaikan pembayaran imbal hasil investasi berupa dividen seiring perbaikan kinerja korporasi pada periode laporan," sebut laporan BI.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tapering Masih Tekan Rupiah

Tekanan yang dialami rupiah sudah terjadi pasar rilis risalah rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) edisi Juli yang menunjukkan peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini.

Inflasi di AS yang dikatakan sudah mencapai target dan pemulihan pasar tenaga kerja juga hampir sesuai ekspektasi, membuat mayoritas anggota dewan memilih tapering di tahun ini.

"Melihat ke depan, sebagian besar partisipan (Federal Open Market Committee/FOMC) mencatat bahwa selama pemulihan ekonomi secara luas sesuai dengan ekspektasi mereka, maka akan tepat untuk melakukan pengurangan nilai pembelian aset di tahun ini," tulis risalah tersebut.

Peluang tapering di tahun ini semakin menguat setelah kemarin klaim tunjangan pengangguran dilaporkan sebanyak 348.000 pengajuan klaim, atau lebih baik dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 365.000 klaim baru. Selain itu angka tersebut merupakan yang terendah selama pandemi.

Membaiknya pasar tenaga kerja tentunya menjadi kabar bagus bagi perekonomian. Tetapi di sisi lain juga memberikan kabar buruk, yakni semakin menguatnya peluang tapering di tahun ini seperti yang tertuang dalam risalah The Fed.

Alhasil, indeks dolar AS melesat 0,46% ke 93,562, level tertinggi sejak 4 November tahun lalu.

Pernah terjadi di tahun 2013, tapering memicu capital outflow dari negara emerging market seperti Indonesia, dan memicu gejolak di pasar finansial global yang disebut taper tantrum. Saat itu dolar AS menguat tajam, dan rupiah terpuruk.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Transaksi Berjalan Defisit 0,5%, BI Jamin Rupiah Aman!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular