Saham Bukalapak Longsor, Investor Ngamuk! Ritel Kudu Piye?

Riset, CNBC Indonesia
12 August 2021 08:15
Infografis: buka-bukaan bos bukalapak Achmad Zaky yang Resign dari CEO
Foto: Infografis/ buka-bukaan bos bukalapak Achmad Zaky yang Resign dari CEO/ Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar saham domestik sempat heboh dengan ramainya respons investor ritel terhadap kejatuhan harga PT Bukalapak.com Tbk(BUKA), pada perdagangan Selasa lalu (10/8/2021), sebelum libur 1 Muharram Rabu kemarin (11/8).

Data BEI mencatat, harga saham BUKA ambles dan menyentuh auto reject bawah (ARB) alias turun 6,76% ke harga Rp 1.035/saham. Penurunan ini terjadi pada hari ketiga saham ini diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Lebih mengejutkan lagi, antrian jualan BUKA di level ARB mencapai 6,4 juta lot atau setara dengan Rp 661 miliar. Bahkan tercatat antrean jualan (offer) BUKA di seluruh harga menembus angka 7 juta lot.

Padahal, pada hari pertama perdagangannya, pada Jumat (6/8/2021) saham BUKA mencapai harga auto reject atas (ARA) dengan kenaikan 24,71% ke harga Rp 1.060 dari harga pembukaannya di Rp 850/saham dengan antrian beli yang sempat menembus angka 25 juta lot.

Kemudian, pada perdagangan hari kedua juga sempat mengalami ARA namun aksi jual yang cukup besar terjadi sepanjang perdagangan. Sehingga saham ini harus berpuas untuk finis pada posisi apresiasi 4,72% di Rp 1.110/saham.

Harga saham yang turun ini membuat investor ritel tak puas, bahkan mengamuk karena merasa telah rugi membeli sahamnya.

Kekecewaan ini diungkapkan para investor melalui pemberian rating dan komentar aplikasi Bukalapak di Playstore.

Akun Android Burhani Sulthon memberikan rating 1 bintang dan komentar, "Salam nyangkut ARB, kalo udah ARA ane kasih 5, Gan... Trims."

Komentar lainnya dari akun Indra, "ARB, beli auto rugi."

Rating bintang satu lainnya juga diberikan oleh akun Naufal Dwinanda yang ikut berkomentar, "Segini dulu sebanding lurus dengan harga BUKA."

Lalu ada yang berkomentar cukup panjang menyebut bahwa dirinya susah untuk mendapatkan penjatahan saham ini underwriternya kata akun Richard Sanjaya.

"Saya turut prihatin kepada ritel yg nyangkut di harga ARA (karena hari pertama kebanyakan ritel pasti ga kebagian beli, terutama YP PD CC). Saya sendiri sudah lepas ini saham di hari pertama (takut mau hold karena melihat gelagat pre-IPO nya!!). Tapi saya jujur kaget, di hari pertama sejak IPO, $BUKA sudah diguyur habis2an oleh ASING (dan imbasnya hari ke 2 memakan KORBAN ritel yang antri pada harga ARA). Prediksi saya bahwa ini adalah 'EXIT PLAN' dari para investor 'Lama' LupaBapak #UNINSTALL," kata dia.

Komentar ini ditanggapi oleh akun Bukalapak, "Hi Kak, terima kasih atas perhatiannya terhadap Bukalapak. Sebagai informasi, transaksi saham Bukalapak di bursa saham, setelah melakukan listing murni merupakan mekanisme pasar, ya. Terima kasih :)."

Namun komentar ini tak sepenuhnya negatif. Salah satu akun Julianto Salim mengatakan bahwa pemberian rating dan harga saham sama sekali tidak berhubungan sehingga komentar-komentar ini tidak relevan dengan performa aplikasi.

"Pada bocil ya baru terjun di saham. Rugi itu masalah mekanisme pasar. Kenapa rating di Playstore? Playstore itu untuk ngerating apps-nya bagus ga, ada kendala ga pas penggunaannya. Lu yang pencet beli di haka [hajar kanan] malah lu rating di sini. Logikanya tolong dipake minimal 1% aja kangan 0%. Keliatan bodohnya," kata dia.

Komentar senada lainnya disampaikan oleh akun Nur Akhlish. "Nyangkut di saham pada teriak di sini. Emang Bukalapak nyuruh lu beli sahamnya?? Dasar bodoh. Kalo mau untung ngga mau rugi jangan beli saham, masukin celegan aja. Lot ngga seberapa banyak tingkah. Tetap bintang 5 buat Bukalapak," katanya.

NEXT: Investor Ritel Harus Bagaimana?

Pembelaan dari beberapa investor ini memang benar adanya, mayoritas investor yang nyangkut di saham Bukalapak merupakan trader ritel pemula yang berorientasi dengan cuan jangka pendek tanpa memikirkan risikonya.

Para trader pemula ini menganggap saham Bukalapak akan mampu terbang ke level ARA selama brberapa hari dan membukukan cuan mengingat euforia pasar terhadap saham ini yang tinggi sehingga para trader pemula ini terkena efek Fear of Missing Out (FOMO) alias takut ketinggalan.

Banyak trader yang mengantre di hari kedua di harga ARA atau level Rp 1.325/unit bahkan banyak yang ketakutan tak mendapat barang sehingga ada pula peritel yang memborong di pasar negosiasi di harga Rp 1.500/unit hingga Rp 1.600/unit.

Bahkan kabar yang beredar di kalangan para pelaku pasar, banyak trader ritel yang melakukan pembelian dengan menggunakan fasilitas pinjaman trading limit yang ditawarkan oleh perusahaan sekuritas (broker saham).

Padahal kenaikan selama 2 hari tersebut sudah mencapai 55% sehingga wajar saja ada investor lama yang ingin keluar memanfaatkan kesempatan trader pemula yang FOMO.

Bahkan sejatinya saat ini apabila anda membeli di harga IPO yakni Rp 850/unit, anda masih akan untung sebesar 21,76%, apabila masih anjlok hingga ARB pada perdagangan hari ini pun untung anda masih cukup besar yakni 13,52%.

Apalagi tanda-tanda ini sudah terlihat di mana saham BUKA sejak hari pertama ditransaksikan di BEI tercatat selalu di lepas investor asing. Total nilai net sell (jual bersih asing) selama 3 hari ditransaksikan di BEI mencapai Rp 1,13 triliun.

Menanggapi derasnya aksi net sell asing, Chief Marketing Officer Jarvis Asset Management, Kartika Sutandi berpendapat, koreksi harga saham Bukalapak ini masih bersifat sementara. Koreksi tersebut dinilai wajar setelah sebelumnya saham BUKA menyentuh level ARA 25% dalam 2 hari berturut.

"Koreksi tersebut wajar, sudah naik 30% dari harga IPO [initial public offering], ada yang take profit," kata Kartika, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (10/8/2021).

Meski demikian, ke depannya, prospek saham Bukalapak masih cukup positif seiring dengan kebijakan pemerintah yang memperpanjang PPKM Level 4, belanja yang tadinya dilakukan secara fisik akan beralih ke belanja daring melalui lokapasar (marketplace).

"Semakin lama PPKM semakin bagus belanja online, karena off linenya tutup, orang no choice belanja lewat online," kata Kartika menambahkan.

Di sisi lain, kata dia, katalis positif juga datang dari dana abadi negara atau Sovereign Wealth Fund asal Singapura GIC Private Limited melakukan pembelian saham BUKA sebanyak 1.600.797.400 atau setara dengan 1,553% modal disetor dan ditempatkan Bukalapak. Total nilai transaksi ini mencapai Rp 1,36 triliun di harga Rp 850/saham.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan perusahaan di BEI, transaksi GIC ini dilakukan pada 5 Agustus 2021 lalu, alias sehari sebelum Bukalapak listing di BEI Jumat lalu.

Apalagi selain dibeking oleh investor raksasa, Bukalapak juga sukses meraih dana IPO mencapai Rp 22 triliun, terbesar sepanjang sejarah BEI yang tentunya akan sangat menarik untuk dipantau ekpansi seperti apa yang siap dilancarkan oleh perseroan.

Hal inilah yang menyebabkan para investor yang memang berniat untuk berinvestasi di perusahaan ini tenang-tenang saja bahkan tergolong senang akan penurunan harga saham Bukalapak, karena mereka bisa mengkoleksi saham BUKA dengan harga lebih murah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular