
Saham Bukalapak Longsor, Investor Ngamuk! Ritel Kudu Piye?

Pembelaan dari beberapa investor ini memang benar adanya, mayoritas investor yang nyangkut di saham Bukalapak merupakan trader ritel pemula yang berorientasi dengan cuan jangka pendek tanpa memikirkan risikonya.
Para trader pemula ini menganggap saham Bukalapak akan mampu terbang ke level ARA selama brberapa hari dan membukukan cuan mengingat euforia pasar terhadap saham ini yang tinggi sehingga para trader pemula ini terkena efek Fear of Missing Out (FOMO) alias takut ketinggalan.
Banyak trader yang mengantre di hari kedua di harga ARA atau level Rp 1.325/unit bahkan banyak yang ketakutan tak mendapat barang sehingga ada pula peritel yang memborong di pasar negosiasi di harga Rp 1.500/unit hingga Rp 1.600/unit.
Bahkan kabar yang beredar di kalangan para pelaku pasar, banyak trader ritel yang melakukan pembelian dengan menggunakan fasilitas pinjaman trading limit yang ditawarkan oleh perusahaan sekuritas (broker saham).
Padahal kenaikan selama 2 hari tersebut sudah mencapai 55% sehingga wajar saja ada investor lama yang ingin keluar memanfaatkan kesempatan trader pemula yang FOMO.
Bahkan sejatinya saat ini apabila anda membeli di harga IPO yakni Rp 850/unit, anda masih akan untung sebesar 21,76%, apabila masih anjlok hingga ARB pada perdagangan hari ini pun untung anda masih cukup besar yakni 13,52%.
Apalagi tanda-tanda ini sudah terlihat di mana saham BUKA sejak hari pertama ditransaksikan di BEI tercatat selalu di lepas investor asing. Total nilai net sell (jual bersih asing) selama 3 hari ditransaksikan di BEI mencapai Rp 1,13 triliun.
Menanggapi derasnya aksi net sell asing, Chief Marketing Officer Jarvis Asset Management, Kartika Sutandi berpendapat, koreksi harga saham Bukalapak ini masih bersifat sementara. Koreksi tersebut dinilai wajar setelah sebelumnya saham BUKA menyentuh level ARA 25% dalam 2 hari berturut.
"Koreksi tersebut wajar, sudah naik 30% dari harga IPO [initial public offering], ada yang take profit," kata Kartika, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (10/8/2021).
Meski demikian, ke depannya, prospek saham Bukalapak masih cukup positif seiring dengan kebijakan pemerintah yang memperpanjang PPKM Level 4, belanja yang tadinya dilakukan secara fisik akan beralih ke belanja daring melalui lokapasar (marketplace).
"Semakin lama PPKM semakin bagus belanja online, karena off linenya tutup, orang no choice belanja lewat online," kata Kartika menambahkan.
Di sisi lain, kata dia, katalis positif juga datang dari dana abadi negara atau Sovereign Wealth Fund asal Singapura GIC Private Limited melakukan pembelian saham BUKA sebanyak 1.600.797.400 atau setara dengan 1,553% modal disetor dan ditempatkan Bukalapak. Total nilai transaksi ini mencapai Rp 1,36 triliun di harga Rp 850/saham.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan perusahaan di BEI, transaksi GIC ini dilakukan pada 5 Agustus 2021 lalu, alias sehari sebelum Bukalapak listing di BEI Jumat lalu.
Apalagi selain dibeking oleh investor raksasa, Bukalapak juga sukses meraih dana IPO mencapai Rp 22 triliun, terbesar sepanjang sejarah BEI yang tentunya akan sangat menarik untuk dipantau ekpansi seperti apa yang siap dilancarkan oleh perseroan.
Hal inilah yang menyebabkan para investor yang memang berniat untuk berinvestasi di perusahaan ini tenang-tenang saja bahkan tergolong senang akan penurunan harga saham Bukalapak, karena mereka bisa mengkoleksi saham BUKA dengan harga lebih murah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
