Bisik-Bisik Tapering Muncul Lagi, Rupiah Jadi Sulit Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 August 2021 16:30
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah akhirnya melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (6/8/2021), pelaku pasar yang berhati-hati jelang rilis data tenaga kerja AS malam ini membuat rupiah kesulitan untuk menguat. Data tenaga kerja tersebut bisa memberikan gambaran kapan tapering akan dilakukan bank sentral AS (The Fed).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.340/US$. Setelahnya, rupiah melemah hingga 0,24% ke Ro 14.375/US$. Rupiah berakhir memangkas pelemahan hingga mengahiri perdagangan di Rp 14.350/US$, atau melemah 0,07% saja.

Rupiah tidak sendirian, mayoritas mata uang Asia juga melemah pada hari ini. Beberapa memang menguat, tetapi itu pun sangat tipis, sama dengan yang melemah juga tipis-tipis. Menjadi indikasi pelaku pasar masih wait and see. Hanya bath Thailand yang ambrol 0,42% pada perdagangan hari ini.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:03 WIB.

Mata UangKurs TerakhirPerubahan
USD/CNY6,46490,06%
USD/IDR14.3500,07%
USD/INR74,1620,09%
USD/JPY109,72-0,02%
USD/KRW1.142,47-0,01%
USD/MYR42,130-0,05%
USD/PHP5,0410,12%
USD/SGD1,3508-0,01%
USD/THB33,3800,42%
USD/TWD27,7810,08%

Rupiah sebenarnya mendapat sentimen positif dua hari terakhir dari dalam negeri. Tetapi penguatan tajam lebih dari 1% dalam 3 hari pertama pekan ini memicu aksi ambil untung (profit taking).

Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh impresif pada kuartal II-2021. Output ekonomi yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 7,07% dibandingkan kuartal II-2020 (year-on-year/yoy). Lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar.

Ini merupakan pertumbuhan PDB pertama setelah mengalami kontraksi selama 4 kuartal beruntun, artinya Indonesia sah keluar dari resesi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB akan tumbuh 6,505% yoy. Sedangkan konsensus pasar versi Reuters menghasilkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6,57% yoy pada April-Juni 2021.

Sementara pada hari ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa (cadev) per akhir Juli sebesar US$ 137,3 miliar, naik dari bulan sebelumnya US$ 137,1 miliar atau sekitar US$ 200 juta.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Jumat (6/8/2021).

Cadangan devisa Indonesia kini naik dalam 2 bulan beruntun total cadev naik sebesar US$ 900 juta, sementara di bulan Mei jeblok US$ 2,4 miliar. Bulan sebelumnya cadev mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138,8 miliar, kemudian jeblok hingga ke US$ 136,4 miliar yang merupakan posisi terendah di tahun ini.

Halaman Selanjutnya >>> Dolar AS Nantikan Data Tenaga Kerja

Aksi profit taking yang menerpa rupiah juga tak lepas dari kehati-hatian pelaku pasar jelang rilis data tenaga kerja AS malam ini.

Data tenaga kerja AS merupakan salah satu acuan The Fed dalam melakukan tapering. Hasil polling yang dilakukan Reuters menunjukkan tingkat pengangguran AS di bulan Juni turun menjadi 5,7% dari bulan sebelumnya 5,9%. Sementara perekrutan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 880.000 orang, lebih tinggi dari bulan Mei 850.000 orang.

Namun, data tenaga kerja versi Automatic Data Processing Inc. (ADP) yang dirilis Rabu lalu mengecewakan. ADP kemarin melaporkan sepanjang bulan Juli perekonomian AS mampu menyerap 330.000 tenaga kerja, turun lebih dari setengah dari bulan sebelumnya 680.000 tenaga kerja, serta jauh di bawah prediksi kenaikan menjadi 695.000 tenaga kerja.

Data ADP kerap dijadikan acuan rilis data tenaga kerja versi pemerintah, sehingga ada kemungkinan juga sama mengecewakan.

Dolar seharusnnya tertekan, tetapi pernyataan anggota The Fed membuat the greenback bertenaga lagi 2 hari terakhir.

"Anda duduk di sini dan melihat inflasi sudah jauh di atas target dan pasar ketenagakerjaan terus membaik menuju level pra-pandemi. Menurut saya, ini terdengar seperti kami harus bersiap," kata Richard Clarida, Wakil Ketua The Fed, dalam wawancara bersama Washington Post.

Clarida memperkirakan The Fed akan mulai mengurangi quantitative easing pada akhir tahun ini. Namun suku bunga acuan mungkin masih akan bertahan rendah hingga tercapai kondisi penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment).

"Saya menilai kondisi untuk menaikkan suku bunga acuan baru akan tercapai pada akhir 2022. Jadi normalisasi kebijakan pada 2023 adalah sesuatu yang konsisten dengan target kami," lanjut Clarida.

Sebelumnya, Presiden The Fed Dallas Robet Kaplan juga berpendapat bahwa pengurangan quantitative easing bisa dilakukan dengan segera. Demikian pula menurut James Bullard, Presiden The Fed St Louis.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular