Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) resmi mengumumkan sudah menyepakati penguatan kerangka kerja sama penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dengan Kementerian Keuangan Jepang (Japan Ministry of Finance/JMOF) pada Kamis kemarin (5/8/2021).
Sebagai informasi, transaksi LCS Rupiah dan Yen telah diimplementasikan sejak 31 Agustus 2020.
BI dalam pernyataan resmi menyatakan lewat penguatan kerangka kerja sama ini, menunjukkan Indonesia dan Jepang berpegang teguh untuk meninggalkan dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi.
Penguatan kerangka kerja sama BI dan Kementerian Keuangan Jepang yang dimaksud adalah memberikan pelonggaran aturan transaksi valas dalam kerangka penyelesaian transaksi bilateral kedua negara, rupiah dan yen.
Kerja sama ini antara lain, mencakup perluasan instrumen lindung nilai (hedging), pelaksanaan hedging atas dasar proyeksi perdagangan dan investasi.
Kemudian, peningkatan fleksibilitas transfer atas rekening IDR di Jepang, dan peningkatan threshold (batas) nilai transaksi tanpa dokumen underlying sampai dengan US$ 500.000 atau setara Rp 7,25 miliar (kurs Rp 14.500/US$) per transaksi.
"Penguatan kerangka kerja sama yang berlaku efektif 5 Agustus 2021 ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk mendorong perdagangan dan investasi serta memperkuat stabilitas makroekonomi dengan mendorong penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk penyelesaian perdagangan dan investasi langsung antara Indonesia dan Jepang," tulis BI dalam siaran resminya, Kamis (5/8/2021).
BI menjelaskan penguatan kerangka tersebut sejalan dengan Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh BI dan JMOF pada tanggal 5 Desember 2019.
Strategi penguatan kerangka kerja sama LCS merupakan bagian dari upaya bersama BI dan JMOF dalam mendorong penggunaan mata uang lokal yang lebih luas kepada pelaku usaha dan individu untuk memfasilitasi dan meningkatkan perdagangan, investasi langsung, serta kegiatan transaksi lainnya seperti remitansi antara Indonesia dan Jepang.
NEXT: India, Filipina hingga Korea Selatan
Sebelum akhirnya menggandeng Jepang, BI sebetulnya sudah menyampaikan bahwa otoritas moneter ini memang tengah mengincar beberapa negara untuk diajak kerja sama dalam penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan maupun investasi.
"Ke depan, terdapat 3 negara yang akan dijajaki untuk melakukan kerja sama LCS yaitu India, Korea Selatan dan Filipina," kata Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/8/2021).
Dengan LCS maka kedua negara yang bekerja sama bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sehingga kedua mitra dagang, tidak perlu menukar dolar AS terlebih dahulu jika ingin melakukan transaksi perdagangan dan investasi.
Transaksi melalui LCS ini mencakup penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung serta perdagangan antar bank untuk mata uang negara tersebut dan rupiah. Selain itu ada juga sharing informasi dan diskusi secara berkala antar otoritas.
Sejauh ini Indonesia sudah menjalankan LCS dengan Malaysia, Thailand, dan Jepang mencapai US$ 117,3 juta rata-rata setiap bulannya atau setara dengan Rp 1,68 triliun (kurs Rp 14.400/US$).
Indonesia juga sudah sepakat dengan China dan akan diimplementasikan pada bulan ini.
"Pada awal Agustus 2021, terdapat penyempurnaan aturan untuk LCS Indonesia-Malaysia dan LCS Indonesia Jepang, serta implementasi LCS Indonesia-Tiongkok," jelas Donny.
Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede mengatakan ekonomi Indonesia sangat rentan akan pergerakan nilai tukar. Contoh saja dalam beberapa tahun terakhir, ketika ekonomi tumbuh tinggi, maka kebutuhan impor melonjak seiring belum bisa disediakannya bahan baku di dalam negeri.
Lonjakan impor memaksa peningkatan kebutuhan dolar oleh kalangan dunia usaha. Itu belum termasuk bila di saat yang sama ada impor minyak oleh PT Pertamina persero dan kewajiban pembayaran utang oleh pemerintah.
"Inisiasi dari BI (Bank Indonesia) mendorong LCS ini untuk mengurangi ketergantungan dolar," ungkap Josua kepada CNBC Indonesia.
"Kalau dikurangi akan signifikan dalam jaga stabilitas nilai tukar di negara tersebut," terangnya.
Sementara itu, ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual menilai kerja sama ini sangat positif, setidaknya BI bisa lebih tenang dalam menjaga nilai tukar seandainya ketergantungan akan dolar AS bisa dikurangi.
"Inisiatif LCS ini sangat positif untuk menghindari gejolak," papar David.
Meskipun perlu sosialisasi lebih luas lagi kepada kalangan dunia usaha dalam penggunaan mata uang selain dolar AS.
"Dari sisi implementasi banyak kesulitan di lapangan karena pengusaha belum terbiasa mata uang masing-masing dalam ekspor impor, perlu ada edukasi dan sosialisi BI dan perbankan ke pengusaha," terang David.