Harga Minyak Naik = Saham Elsa Naik, Fakta atau Mitos?

dob, CNBC Indonesia
Kamis, 05/08/2021 14:20 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia- Volatilitas harga minyak mentah dunia seringkali menjadi sentimen penggerak harga saham emiten minyak dan gas (migas) Tanah Air terutama anak usaha Pertamina yakni PT Elnusa Tbk (ELSA).

Hal ini terlihat jelas dari pergerakan searah harga antara minyak mentah Brent dengan harga saham ELSA. Saat harga minyak bangkit di tahun 2009 hingga 2010 harga saham ELSA pun ikut menguat.

Kala itu harga minyak melesat dari level US$ 40/barel hingga US$ 100/barel menyebabkan harga saham ELSA melonjak gila-gilaan dari level Rp 115/unit ke level tertingginya di angka Rp 650/unit atau apresiasi hingga 565%.


Melesatnya harga saham ELSA juga didukung oleh kinerja perseroan yang secara fundamental memang diuntungkan dengan kenaikan Emas Hitam. Tercatat kinerja ELSA di tahun 2009 sangatlah impresif dimana perseroan membukukan pertumbuhan omset hingga 44% dan angka ini berlanjut dari tahun 2010 yang kembali tumbuh 15% dibandingkan dengan tahun 2009.

Kenaikan harga minyak jelas berdampak terhadap kinerja keuangan emiten migas terutama mereka yang memiliki aktivitas operasional di sektor hulu maupun hilir migas.

Ketika harga minyak mentah melesat, biasanya ini akan mendongkrak top line perusahaan migas. Apalagi jika dibarengi dengan penguatan bottom line tentu ini akan semakin memperkuat fundamental perusahaan dan begitu juga harga saham.

Meskipun demikian, saat harga minyak tertahan, harga saham emiten migas ini cenderung tertekan lagi. Ini bertepatan dengan jebolnya neraca dagang migas Indonesia yang membuat transaksi berjalan RI defisit di tahun 2011.

Tak butuh waktu lama untuk pulih, pada rentang waktu 2013 hingga 2014 disokong oleh harga minyak mentah yang kala itu sedang kuat-kuatnya berada di atas level US$ 100/barel, ELSA kembali berlaga.

ELSA kembali menguat dari level Rp 175/unit ke level tertingginya di angka Rp 740/unit atau apresiasi 422% yang tentunya disokong oleh fundamental perusahaan yang oke karena tingginya harga minyak mentah.

Kali ini giliran laba bersih ELSA yang melesat di tahun 2013 yakni sebesar 17% bahkan tak puas dengan kenaikan tersebut, di tahun 2014 laba bersih ELSA kembali terbang 17,5%.

Saat ini melihat posisi minyak mentah Brent yang biasanya digunakan sebagai acuan dalam negeri masih berada di bawah angka US$ 100/barel tepatnya US$ 75/barel tentu saja peluang penguatan ELSA masih sangat terbuka seiring dengan harga minyak yang diprediksikan akan terus melesat bahkan hingga ke atas US$ 100/barel.

Apalagi sejatinya secara fundamental valuasi ELSA masih menarik dengan rasio harga dibanding dengan nilai buku (PBV) sebesar 0,53 kali, jauh di bawah rata-rata industri di angka 1,5 kali.

Selain itu dilansir dari Refinitiv, nilai wajar ELSA menggunakan metode valuasi StarMine Projection model adalah sebesar Rp 761/unit yang menyiratkan potensi cuan dari saham ELSA sebesar 277% apabila nilai pasar ELSA kembali ke nilai wajarnya sesuai dengan valuasi Refinitv.

Sebagai tambahan, ELSA juga menarik untuk diamati mengingat perseroan dalam waktu dekat akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada tanggal 21 Juli nanti di Ruang Udaya Graha Elnusa.

Hal menarik lainnya bahwa ELSA dividen payout ratio (DPR) untuk tahun buku 2020 naik menjadi 30%, naik dari tahun sebelumnya 25%. Alhasil investor ELSA kebagian cuan Rp 10,239 per saham atau totalnya Rp 74,72 miliar

Di harga saham yang berfluktuktuasi di Rp 260 - Rp 270, dividen tersebut tergolong menarik dengan yield 3,79% sampai 3,94%, di tengah suku bunga acuan BI Rate yang diturunkan secara terus menerus ke level terendah sepanjang sejarahnya sehingga imbal hasil obligasi dan deposito menjadi kurang menarik.

Selanjutnya >>>>> Kinerja 2020


(dob/dob)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Israel Vs Iran "Memanas", Saham Sektor Ini Malah Menguat!

Next Page
Kinerja 2020
Pages