Analisis
Dibeking Kredivo-Akulaku, Begini 'Perang Tanding' BBSI-BBYB!

Jakarta, CNBC Indonesia - Masuknya induk pengelola startup financial technology (fintech) Kredivo, PT FinAccel Teknologi Indonesia ke bank mini PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) pada Mei lalu berhasil menambah daftar fintech yang memiliki saham di emiten perbankan Tanah Air.
Dua tahun sebelumnya, yakni pada Maret 2019, fintech yang disokong oleh Ant Group milik Alibaba, PT Akulaku Silvrr Indonesia alias Akulaku sudah lebih dahulu membeli 8,99% saham bank mini lainnya, PT Bank Neo Commerce Tbk/BBYB (sebelumnya PT Bank Yudha Bhakti Tbk) dari PT Gozco Capital.
Asal tahu saja, bank mini adalah sebutan lain untuk bank BUKU II (bank dengan modal inti Rp 2 triliun-Rp 5 triliun).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), per 30 Juni 2021, FinAccel Teknologi Indonesia menguasai 24,00% saham BBSI. Sementara, per 28 Juli 2021, Akulaku resmi menjadi pemegang saham pengendali BBYB setelah mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kini, Akulaku menggenggam 1.664.157.909 saham atau sekitar 24,98% saham BBYB.
Nah, pertanyaannya, bagaimana kinerja dua emiten perbankan yang dibeking duo centaur (startup dengan valuasi US$ 100 juta-US$ 999 juta) di atas?
Dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara ringkas kinerja fundamental dan saham BBSI dan BBYB serta kabar terbaru mengenai keduanya.
Sebenarnya, selain BBSI dan BBYB, tercatat ada dua bank 'kecil' lain yang disokong oleh perusahaan teknologi raksasa, tetapi Tim Riset tidak memasukkannya dalam pembahasan lantaran bukan merupakan emiten perbankan.
Kedua bank yang dimaksud adalah PT Bank KEB Hana Indonesia (Hana Bank) yang sebagian sahamnya dikuasai induk perusahaan layanan pesan Line, Line Corporation, pada 2018 lalu dan PT SeabankIndonesia (sebelumnya bernama PT Bank Kesejahteraan Ekonomi) yang dicaplok induk e-commerce Shopee, Sea Group pada awal tahun ini.
Mari kita bahas satu persatu.
BBSI
Sepanjang kuartal I 2021, pendapatan bunga BBSI naik 35,20% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 28,78 miliar. Dari situ, didapatkan pendapatan bunga bersih senilai Rp 22,85 miliar, naik 70,27% dari Rp 13,42 miliar pada akhir Maret 2020.
Laba bersih BBSI sendiri tercatat tumbuh 54,38% dari Rp 8,21 miliar pada triwulan I 2020 menjadi Rp 12,67 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Kemudian, penyaluran kredit BBSI naik 2,86% dari Rp 903,61 miliar pada akhir Desember 2020 menjadi Rp 929,44 miliar pada 31 Maret 2021. Adapun dana pihak ketiga (DPK) tercatat turun dari Rp 411,59 pada akhir 2020 menjadi Rp 404,97 miliar pada kuartal I tahun ini.
Sementara, total aset BBSI tumbuh 0,27% menjadi Rp 1,445 triliun pada akhir Maret 2021 dibandingkan posisi 31 Desember 2020 sebesar Rp 1,441 triliun.
Jumlah liabilitas BBSI tercatat sebesar Rp 423,13 miliar, sementara jumlah ekuitas bank sebesar Rp 1,02 triliun pada kuartal I 2021.
Positifnya kinerja fundamental dibarengi oleh moncernya kinerja saham BBSI. Selama sepekan terakhir saham ini, bersama saham bank mini lainnya, menemukan gairahnya kembali dengan melesat 31,89%.
Sementara, dalam sebulan saham BBSI melejit 79,15%, setelah hanya memerah 3 kali dan stagnan 1 kali. Adapun secara year to date (ytd) saham ini sudah 'meroket' 562,65%.
Kabar teranyar, BBSI akan melakukan penerbitan saham baru dengan skemamemberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issueuntuk yang kedua kalinya (Penawaran Umum Terbatas/PUT II).
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen BBSI diwakili oleh Presiden Direktur BBSI Laniwati Tjandra mengatakan perseroan berencana untuk melakukan PUT II dengan jumlah sebanyak-banyaknya 434.782.609 saham dengan nilai nominal Rp 100/saham. Jumlah itu setara dengan 14,37% dari modal disetor perseroan.
Dana hasil rights issue ini seluruhnya akan digunakan oleh perseroan untuk memperkuat struktur permodalan demi memenuhi ketentuan modal inti OJK dan sebagai tambahan modal kerja dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah yang akan direalisasikan secara bertahap.
NEXT: Simak Analisis Bank Neo Commerce