
Pada 'Buang' Dolar? Penguatan Rupiah Kelewatan Pagi Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tajam di awal perdagangan Selasa (3/8/2021), bahkan bisa dikatakan keterlaluan, sebab kondisi di dalam negeri masih belum menguntungkan. Dolar Amerika Serikat (AS) yang masih terpuruk menjadi alasan utama penguatan tajam rupiah.
Melansir data Refinitiv, begitu bel perdagangan berbunyi rupiah langsung melesat 0,41% ke Rp 14.350/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 17 Juni lalu. Yang mengejutkan, dari penguatan tajam tersebut, rupiah sempat jeblok 0,35% ke Rp 14.470/US$, sebelum kembali menguat ke Rp 14.370/US$ atau 0,35% pada pukul 9:13 WIB.
Pergerakan volatil tersebut terjadi akibat kondisi di dalam negeri belum menguntungkan bagi rupiah, sebab Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 diperpanjang hingga 9 Agustus mendatang.
Perpanjangan tersebut diumumkan langsung oleh oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin malam.
"PPKM Level 4 yang diberlakukan tanggal 26 Juli sampai 2 Agustus kemarin telah membawa perbaikan di skala nasional dibandingkan sebelumnya. Baik dalam hal kasus konfirmasi harian, tingkat kasus aktif, tingkat kesembuhan, dan persentase BOR (Bed Occupancey Rate, tingkat keterisian ranjang rumah sakit). Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan perkembangan beberapa indikator kasus pada minggu ini, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan penerapan PPKM Level 4 dari tanggal 3 sampai dengan 9 Agustus 2021 di beberapa kabupaten kota tertentu," papar Jokowi.
DKI Jakarta yang kasus Covid-19 meski mengalami penurunan signifikan masih berada di level 4. Kemarin penambahan kasus baru di ibu kota negara ini dilaporkan yang terendah sejak 9 Juni, yakni sebanyak 1.410 kasus.
![]() |
Secara nasional, kasus Covid-19 kemarin bertambah sebanyak 22.404 orang, menjadi yang terendah sejak 30 Juni lalu.
Dengan diperpanjangnya PPKM level 4 di Jakarta yang merupakan pusat perekonomian Indonesia dan Jawa-Bali, tren penambahan kasus Covid-19 tentunya bisa ditekan lebih lanjut, tetapi akan berdampak pada pelambatan ekonomi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan produk domestik bruto (PDB) di kuartal III-2021 mengalami kontraksi alias minus.
Kemarin ISH Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) merosot ke level 40,1 dari sebelumnya 53,4. Ini merupakan kali pertama PMI manufaktur mengalami kontraksi setelah sebelumnya berekspansi dalam 8 bulan beruntun.
![]() |
Industri manufaktur merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dari sisi lapangan usaha. Tahun lalu, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB dalah 19,88%. Sehingga kontraksi sektor manufaktur tentunya akan berdampak pada pelambatan pertumbuhan PDB.
Tanda-tanda pelambatan ekonomi juga terlihat dari rilis data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Juli 2021 terjadi inflasi 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Juli 2020 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 1,52%.
Selain itu, inflasi inti yang berisi barang dan jasa yang harganya susah naik-turun juga menunjukkan pelambatan. Pada Juli 2021, inflasi inti tercatat hanya tumbuh 0,07% mtm, dan 1,4% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,49% yoy.
Inflasi inti tersebut mengGambarkan daya beli masyrakat yang rendah, padahal konsumsi merupakan salah satu penggerak utama perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
