EY Sebut RI Raja di IPO ASEAN, tapi Nilai di Bawah Thailand

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren ramainya perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) kembali berlanjut pada kuartal kedua tahun 2021. Di Indonesia, perusahaan yang melakukan IPO pada tahun ini tercatat naik dibandingkan dengan tahun lalu.
EY Indonesia Lead Strategy and Transactions Partner, Sahala Situmorang dalam riset yang dikeluarkan mengatakan hingga 30 Juni 2021, ada 23 perusahaan baru yang sedang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga mencapai US$ 49 juta atau Rp 710,57 miliar.
Sebagai perbandingan, di tahun 2020 hanya 15 perusahaan yang melakukan go-public ke pasar saham dalam negeri dengan nilainya mencapai US$ 23 juta.
"Hampir 35% dari perusahaan yang go-public pada semester I 2021 berasal dari sektor konsumer, sementara berbagai industri seperti teknologi, bahan dasar, properti, dan keuangan merupakan sektor lainnya. Ini bisa menjadi tanda bahwa konsumsi memang menjadi tulang punggung negara." kata Sahala, dikutip CNBC Indonesia pada Selasa (27/7/2021).
Sementara itu, hampir 48% dari mereka masuk di Development Board atau Papan Pengembangan dan sekitar 22% masuk ke Acceleration Board atau Papan Akselerasi.
Hal ini sejalan dengan tren maraknya usaha kecil menengah (UKM) yang mengakses pasar modal akhir-akhir ini. Memang, sekitar 39% dari mereka dianggap sebagai emiten ukuran kecil yang menghasilkan hingga US$ 3,5 juta dan emiten menengah yang menghasilkan US$ 3,5 - 17 juta.
Sahala menyimpulkan bahwa masih banyak perusahaan yang melakukan IPO di bursa pada semester II-2021, sekitar 30 perusahaan lagi berencana untuk go-public di BEI, termasuk IPO yang banyak dinanti oleh banyak investor, yakni Bukalapak, salah satu perusahaan teknologi unicorn yang bergerak di bidang e-commerce.
"Kita bisa berargumen bahwa tren positif di pasar IPO kemungkinan akan terjadi karena banyak perusahaan menunda rencana IPO mereka tahun lalu. Namun, adanya kabar IPO oleh perusahaan unicorn lain dan badan usaha milik negara (BUMN) atau anak perusahaannya telah memberikan jaminan bahwa pasar dalam kondisi cukup baik untuk menyediakan modal untuk pertumbuhan." Kata Sahala.
Sementara itu di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memimpin dengan jumlah perusahaan yang akan go-public terbesar di kawasan tersebut, yakni mencapai 22 transaksi selama periode tahun berjalan (year-to-date/YTD) dan 11 transaksi pada kuartal kedua tahun 2021.
Namun, nilai IPO Indonesia masih kalah dengan Thailand yang nilainya mencapai US$ 2,9 miliar (YTD) dan sebesar US$ 1,3 miliar. Bahkan Indonesia juga kalah dengan Filipina yang mencapai US$ 1 miliar pada kuartal II-2021.
Dari Asia Pasifik, jika dilihat dari jumlah perusahaan yang melakukan IPO, China mendominasi Asia Pasifik hingga mencapai 293 transaksi pada tahun berjalan dan sebanyak 161 transaksi di kuartal kedua tahun 2021.
Nilai IPO China juga tercatat paling besar, yakni sebesar US$ 60,3 miliar pada tahun berjalan dan sebesar US$ 30,9 miliar pada kuartal kedua tahun 2021.
![]() |
Terlepas dari gelombang baru pandemi virus corona (Covid-19) di Jepang, angka IPO di semester pertama tahun 2021 naik 59% menjadi 54 transaksi dengan jumlahnya mencapai US$ 3 miliar.
Korea Selatan mencatat dua mega IPO pada semester I tahun 2021, termasuk IPO terbesar kelima secara global pada kuartal kedua 2021 berdasarkan hasil dan mendapatkan dana sebesar US$ 2 miliar.
EY Asean IPO Leader, Max Loh dalam risetnya mengatakan bahwa Asia Tenggara tak kalah dengan Asia keseluruhan, di mana IPO di Asia Tenggara juga cukup bagus, bahkan hampir menyamai Jepang dan berada di atas Hong Kong dan jauh di atas Korea Selatan.
"Asean menunjukkan IPO yang cukup bagus pada semester pertama 2021, mencatat hasil semester pertama terbaik selama beberapa tahun terakhir, di mana kami melihat 44 IPO yang menghasilkan dana US$ 3,2 miliar pada 2020 dan 40 IPO mencapai US$ 1,9 miliar pada 2019." Kata Loh, dikutip CNBC Indonesia pada Selasa (27/7/2021).
Terlepas dari berlangsungnya pandemi Covid-19 yang terus mempengaruhi ekonomi, perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara menunjukkan optimisme dan keyakinannya dalam pemulihan ekonomi di kawasan ini, serta memanfaatkan pasar modal untuk pertumbuhan dan peluang digital yang muncul.
"Momentum ini diperkirakan akan terus stabil memasuki paruh kedua tahun 2021, dipimpin oleh Thailand dan Indonesia. Pengenalan SPAC Asean mungkin dapat memberikan alasan yang kuat untuk lebih banyak perusahaan melantai di bursa kedepannya." tambah Loh.