
Rupiah Sukses Menguat, tapi Awas Dolar AS Simpan "Bom Waktu"

Jelang pengumuman kebijakan moneter The Fed, ada perbedaan pendapatan mengenai panduan yang akan diumumkan. Ada analis yang memprediksi The Fed akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dalam waktu dekat. Analis lain malah memprediksi bank sentral paling powerful di dunia akan menjadi yang paling telat dalam melakukan normalisasi suku bunga.
Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA) menjadi yang memprediksi The Fed akan memberikan sinyal waktu tapering sudah dekat, dan akan membuat dolar AS perkasa.
"Kita memperkirakan komite pembuat kebijakan moneter (FOMC) akan menghilangkan kata 'substansial' dari 'kemajuan substansial lebih lanjut' dalam panduan kebijakannya" kaya analis dari CBA Joseph Capurso dalam sebuah catatan kepada nasabahnya, sebagaimana dikutip CNBC International, Senin (26/7/2021).
"Menghilangkan kata 'substansial' akan menjadi sinyal FOMC yakin dalam waktu dekat akan melakukan pengurangan nilai QE, dan pengumuman tapering resmi akan dillakukan di bulan September nanti" tambahnya.
Sementara itu, Eric Nelson, ahli strategi makro di Well Fargo Securities yang berada di New York mengatakan tidak yakin dolar AS akan mampu mempertahankan penguatan dalam beberapa pekan ke depan, sebab yield obligasi (Treasury) AS sedang mengalami penurunan.
"Dolar AS terlihat lelah setelah reli dalam beberapa pekan terakhir. Dolar AS terlihat kehilangan momentum, baik dari perspektif fundamental maupun teknikal," kata Nelson, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/7/2021).
Pada pekan lalu, indeks dolar AS mencapai level tertinggi sejak awal April di 93,191. Kenaikan indeks dolar AS tersebut berbanding terbalik dengan yield Treasury AS tenor 10 tahun yang menyentuh level terendah sejak pertengahan Februari 1,128%. Yield Treasury kini menuju penurunan dalam 4 bulan beruntun. Sejak akhir Maret hingga saat ini, yield tersebut sudah turun lebih dari 50 basis poin.
Pergerakan yield Treasury sering dikaitkan dengan suku bunga di AS. Ketika yield Treasury naik, pelaku pasar berekspektasi bank sentral AS (The Fed) akan mengetatkan kebijakan moneter dengan tapering hingga menaikkan suku bunga.
Sehingga ketika yield Treasury mengalami penurunan, artinya ekspektasi pengetatan moneter meredup.
Nelson saat ini yakin, The Fed akan menjadi salah satu bank sentral di dunia yang tertinggal atau paling telat dalam melakukan normalisasi kebijakan moneter.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
