Tak Hanya Dolar AS, Rupiah Juga Taklukan Mata Uang Asia-Eropa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 July 2021 16:20
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.490/US$ sepanjang pekan ini, tetapi di tanah Asia dan Eropa, rupiah justru mencatat penguatan cukup besar. Sentimen pelaku pasar yang membaik menjadi penopang penguatan rupiah di pekan ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah hanya melemah melawan rupee India dan peso Filipina di Asia pekan ini. Mata uang lainnya berhasil ditaklukkan, won Korea Selatan menjadi yang terburuk dibuat melemah 0,87% ke Rp 12,57/KRW.

Sementara itu dari daratan Eropa, rupiah benar-benar berjaya. Euro, poundsterling Inggris, franc Swiss hingga krona Norwegia semua dibuat melemah.

Berikut pergerakan mata uang dunia melawan rupiah di pekan ini.

Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi modal utama rupiah menguat. Saat sentimen pelaku pasar membaik, maka aliran modal akan masuk ke negara emerging market dengan imbal hasil tinggi seperti Indonesia. Alhasil, rupiah menjadi perkasa.

Di pasar obligasi, aliran modal asing kemungkinan besar masuk. Hal tersebut tercermin dari penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN). Yield SBN tenor 10 tahun sepanjang pekan ini turun 13,9 basis poin ke 6,298%.

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika harga naik maka yield akan turun. Ketika harga naik, berarti ada aksi beli, dan aliran modal asing kemungkinan masuk ke Indonesia.

Sementara itu di pasar saham, investor asing melakukan aksi bersih (net buy) lebih dari Rp 2 triliun.

Membaiknya sentimen pelaku pasar secara global juga didukung harapan dilonggarkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 dan 4 pada 26 Juli mendatang.

Kemungkinan pelonggaran tersebut diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa lalu.

"Karena itu, jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," kata Jokowi dalam keterangan pers yang ditayangkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (20/7/2021).

Apalagi sentimen pelaku pasar terhadap rupiah sebenarnya membaik saat PPKM Mikro Darurat dilakukan. Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters. Dalam survei tersebut, posisi jual (short) rupiah menurun dibandingkan dua pekan lalu.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

idrFoto: Datawrapper

Survei terbaru yang dirilis, Kamis (16/7/2021), menunjukkan angka untuk rupiah di 0,23, lebih baik dari 2 pekan lalu 0,36%.

Dibandingkan mata uang lainnya, hanya sentimen terhadap rupiah yang membaik. Won Korea Selatan yang dua pekan lalu spekulan masih mengambil posisi beli (long) dengan angka -0,29, tetapi dalam survei terbaru berbalik menjadi jual (short) dengan angka 0,27%. Hal yang sama juga terjadi terhadap dolar Taiwan.

Dari 9 mata uang yang disurvei Reuters, hanya yuan China yang masih mendapat posisi long, meski menurun menjadi -0,15 dari sebelumnya -0,29.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Pertahankan Suku Bunga, Rupiah Jadi Perkasa 

Penguatan rupiah juga ditopang Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan saat mengumumkan kebijakan moneter pekan ini. Dengan suku bunga dipertahankan, maka yield obligasi akan tetap relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju, sehingga daya tarik SBN terhaga.

Pada Kamis (22/7/2021), Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility juga bertahan masing-masing 2,75% dan 4,25%.

Kali terakhir BI menurunkan suku bunga acuan adalah pada Februari 2021. Selepas itu, suku bunga selalu ditahan dengan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi alasan utama.

"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan karena ketidakpastian di pasar keuangan global di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dari dampak Covid-19," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG.

Sementara itu Perry mengungkapkan, nilai rupiah yang melemah di bulan Juli ini dipengaruhi adanya aliran modal keluar dari negera berkembang. Selain itu ada 'flight to quality' alias "mencari aset aset yang baik.

"Secara rata-rata rupiah mengalami pelemahan 0,29% secara point to point dan 1,14% secara rata-rata dibandingkan posisi akhir Juni 2021. Aliran modal keluar dari negara berkembang, didorong perilaku flight to quality di tengah pasokan valas domestik yang masih memadai," kata Perry.

Nilai rupiah terdepresiasi 3,39% sejak awal 2021. BI memandang pelemahan masih relatif lebih rendah dari depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lain seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand.

"BI terus memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar," terang Perry.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular