Newsletter

Wall Street Perkasa 3 Hari Beruntun, IHSG Ngamuk atau Loyo?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
23 July 2021 06:20
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan tajinya dengan melesat lebih dari 1,5% dan menembus level psikologis 6.100 pada perdagangan Kamis (22/7/2021). Rupiah juga 'perkasa' melawan dolar Amerika Serikat (AS) seiring membaiknya sentimen pasar.

Sementara, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pun kembali ditutup menguat di tengah kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG naik 1,78% ke level 6.137,54. Penguatan IHSG ini terjadi di tengah penurunan kasus harian Covid-19 dalam negeri meskipun masih tergolong tinggi dan pengumuman Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan, BI 7 Day Reserve Repo Rate.

Nilai transaksi pada Kamis tercatat sebesar Rp 11,6 triliun dan terpantau investor asing membeli bersih Rp 719 miliar di pasar reguler.

Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Kamis sore, otoritas moneter ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. Hal ini sesuai dengan ekspektasi pasar.

RDG BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility juga bertahan masing-masing 2,75% dan 4,25%.

"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan karena ketidakpastian di pasar keuangan global di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dari dampak Covid-19," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan proyeksi BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,5%. Dari 12 institusi yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, semuanya sepakat bulat, aklamasi. Tidak ada dissenting opinion.

Kali terakhir BI menurunkan suku bunga acuan adalah pada Februari 2021. Selepas itu, suku bunga selalu ditahan dengan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi alasan utama.

Sementara itu , di pasar spot, rupiah menguat 0,41% ke Rp 14.480/US$. Adapun di kurs tengah BI atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) penguatan rupiah lebih kecil, 0,32$ di Rp 14.508/US$.

Membaiknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah yang tertekan sejak awal pekan berbalik menguat. Saat sentimen pelaku pasar membaik, maka aliran modal akan masuk ke negara emerging market dengan imbal hasil tinggi seperti Indonesia. Alhasil, rupiah menjadi perkasa.

Di sisi lain, ketika sentimen pelaku pasar membaik aset-aset aman (safe haven) seperti dolar AS menjadi kurang menarik, pelaku pasar cenderung masuk ke aset-aset berisiko. Terbukti bursa saham global menguat sejak Rabu kemarin.

Beralih ke obligasi negara, mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan penurunan imbal hasil di hampir seluruh SBN. Hanya SBN bertenor 15 tahun, 25 tahun, dan 30 tahun yang masih cenderung dilepas oleh investor dan mengalami kenaikan yield.

Yield SBN bertenor 15 tahun naik sebesar 1,8 basis poin (bp) ke level 6,398%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun naik 0,7 bp ke level 7,32%, dan surat utang pemerintah bertenor 30 tahun juga naik sebesar 1,1 bp ke posisi 6,904%.

Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan yield acuan pemerintah kembali turun 2 bp ke level 6,307%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Di AS, yield surat utang pemerintah AS (Treasury) terpantau mengalami kembali naik pada pra-pembukaan (pre-opening) Kamis. Dilansir dari CNBC International, yield Treasury acuan (tenor 10 tahun) naik 2,5 bp ke 1,307% pada pukul 06:53 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Rabu (21/7/2021) lalu di level 1,282%.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street kembali kompak menguat untuk kali ketiga secara beruntun dalam pekan ini pada penutupan perdagangan Kamis (22/7) waktu setempat. Penguatan Wall Street dipimpin oleh saham-saham raksasa teknologi, di tengah adanya lonjakan tak terduga data klaim tunjangan pengangguran yang kembali memunculkan kekhawatiran soal kondisi ekonomi.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 25,35 poin atau 0,07 ditutup pada 34.823,35. S&P 500 naik 0,20% ke posisi 4.367,48. Sementara indeks yang sarat akan saham teknologi Nasdaq Composite memimpin pasar dengan kenaikan 0,36%, mengakhiri perdagangan di posisi 14.684,60.

Pada perdagangan Kamis, investor kembali masuk ke saham teknologi favorit seiring tumbuhnya optimisme tentang sektor menjelang laporan pendapatan pada minggu depan untuk beberapa nama besar. Saham Salesforce menguat 2,5%, sementara Amazon dan Facebook naik 1,4%. Sektor teknologi sendiri memimpin indeks sektoral Nasdaq dengan terdongkrak 0,65%, di atas sektor consumer cyclical yang bertambah 0,42%.

"Di tengah penurunan suku bunga, ekspektasi pertumbuhan dan lonjakan kasus Covid-19 yang menambah sejumlah ketidakpastian, saham teknologi terlihat seperti tempat alami yang akan diminati investor dan trader sampai kita mendapatkan lebih banyak resolusi di beberapa bidang tersebut," kata Yung-Yu Ma, kepala strategi investasi BMO Wealth Management, dilansir CNBC Internasional.

Selain saham Amazon dan Facebook, saham Microsoft juga menguat 1,6% setelah Citi menaikkan target harganya, dan memprediksi raksasa teknologi itu berpotensi mengalahkan ekspektasi Wall Street ketika melaporkan pendapatan kuartalan minggu depan.

Citi memprediksi saham Microsoft akan naik lebih dari 30% sepanjang tahun depan. Adapun saham Apple terapresiasi hampir 1% setelah Canaccord Genuity mengatakan ada "permintaan yang kuat" untuk produk Apple menjelang rilis pendapatan perusahaan pada minggu depan.

Wall Street sempat tertekan pada awal perdagangan, setelah Pemerintah AS mengumumkan sepekan lalu ada 419.000 orang yang baru saja kehilangan pekerjaan dan mengajukan klaim tunjangan. Angka itu berbalik dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang mengekspektasikan angka 350.000. Catatan tersebut juga lebih buruk dari klaim sepekan sebelumnya yang sebanyak 360.000.

Sebagaimana diketahui, penurunan/kenaikan klaim tunjangan pengangguran bisa menjadi salah satu indikator awal untuk menakar kondisi pasar tenaga kerja dan 'kesehatan' ekonomi AS.

Pelaku pasar mengamati dengan cermat indikator pasar tenaga kerja untuk petunjuk kapan Bank Sentral AS alias Federal Reserve/The Fed, yang diperkirakan akan menyelenggarakan rapat minggu depan untuk pertemuan kebijakan moneter selama dua hari, akan memulai pembahasan tentang kenaikan suku bunga utama.

"Data pengangguran hari ini tidak memiliki dampak yang berarti pada pasar atau prospek ekonomi," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors di New York.

"Sekarang ini semua tentang berapa lama lagi The Fed akan mentolerir suku bunga rendah," imbuh Carter. The Fed tampaknya, lanjut Carter, lebih menyukai kondisi lapangan kerja penuh ketimbang soal stabilitas harga.

Adapun imbal hasil Treasury 10-tahun AS bergerak melemah ke 1,265% seiring data pekerjaan yang kurang oke.

Hingga saat ini, di tengah musim rilis laporan keuangan kuartal II, 104 perusahaan di S&P 500 tercatat sudah melaporkan data kinerja keuangan. Menurut Refinitiv, dari jumlah tersebut, kinerja 88% perusahaan mengalahkan perkiraan konsensus.

Saham produsen obat Biogen Inc naik 1,1% setelah menaikkan panduan pendapatan setahun penuh, sementara perusahaan pembuat pizza Domino's Pizza Inc melonjak 14,6% ke level tertinggi sepanjang masa menyusul laporan kuartalan yang positif.

Saham maskapai Southwest Airlines Co membukukan kerugian kuartalan yang lebih besar dari perkiraan, membuat sahamnya ambles 3,5%. Selain itu, American Airlines Group Inc merosot 1,1% bahkan setelah melaporkan laba kuartalan yang membaik.

Adapun indeks S&P 1500 Airlines menutup perdagangan dengan turun 1,7%.

Sementara itu, saham perusahaan pembuat chip semikonduktor Texas Instruments Inc anjlok 5,3% setelah perkiraan pendapatan kuartal saat ini menimbulkan kekhawatiran investor, apakah perusahaan akan dapat memenuhi lonjakan permintaan dalam menghadapi kekurangan chip semikonduktor global.

Seperti saham Texas Instruments, saham Intel Corp tergelincir lebih dari 1% setelah pembuat chip itu membukukan hasil kinerja dan menaikkan perkiraan pendapatan tahunannya. Indeks Philadelphia SE Semiconductor mengakhiri sesi turun 0,9%.

Dari dalam negeri, perkembangan kasus Covid-19 masih menjadi salah satu sentimen yang akan terus diamati investor, di tengah masih mengganasnya varian Delta di Tanah Air.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus baru pada Kamis bertambah 49.509 pasien. Alhasil, hingga kemarin total konfirmasi positif di Indonesia menembus 3,033 juta.

Sementara itu, kasus kematian bertambah 1.449 orang sehingga total menjadi 79.032 orang.

Kabar baiknya, kasus kesembuhan bertambah 36.357 orang dalam sehari. Totalnya ada 2,392 juta pasien yang sembuh dari Covid-19.

Dengan jumlah kasus ini, maka kasus aktif di Indonesia kembali meningkat menjadi 561.384 orang, dibandingkan sehari sebelumnya 549.694 orang.

Sebelumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan melaporkan sudah ada 868 kasus mutasi virus corona di Indonesia yang digolongkan sebagai variant of concern oleh WHO. Varian yang dimaksud, yakni varian B117 Alfa, varian B1351 Beta dan varian B1617.2 Delta.

Merujuk data Balitbangkes Kemenkes, Rabu (21/7), varian terbanyak dan mengalami peningkatan tertinggi yakni Delta. Bertambah dari 769 kasus pada 16 Juli, kini menjadi 802 kasus Covid-19 varian Delta.

Dari luar negeri, pada hari ini sentimen pasar didominasi oleh rilis data IHS Markit mengenai aktivitas manufaktur di sejumlah negara yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI).

Asal tahu saja, PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50, maka artinya dunia usaha berada di fase ekspansi yang hasilnya akan terlihat dalam beberapa bulan ke depan. Sebaliknya, apabila di bawah 50 berarti dunia usaha belum melakukan ekspansi.

Pertama, pada pukul 06.00 WIB, Australia akan merilis data PMI manufaktur per Juli 2021. Pada Juni lalu, PMI berada di posisi 58,6, turun dari rekor tertinggi Mei di posisi 60,4. Hal tersebut terjadi lantaran pesanan pabrik dan output melambat di bulan Juni diiringi oleh momentum pertumbuhan lapangan kerja yang juga mereda.

Analis memprediksi PMI manufaktur Negeri Kanguru pada Juli akan turun secara bulanan (mom) menjadi 57,5.

Kedua, Perancis juga akan merilis PMI manufaktur bulan Juli pada pukul 14.15 WIB. Angka PMI manufaktur turun menjadi 59,0 pada Juni 2021 dari posisi tertinggi selama lebih dari 20 tahun yang dicapai pada Mei di posisi 59,4.

Konsensus yang dihimpin Tradingeconomics meramal, PMI manufaktur Perancis akan turun menjadi 58,4 pada Juli.

Selanjutnya, pada 14.30 WIB, akan ada rilis PMI manufaktur Jerman bulan Juli, yang menurut konsensus akan kembali turun menjadi 64,2. Pada bulan sebelumnya, PMI manufaktur Jerman berada di posisi 65,1, naik dari posisi Mei di 64,4.

Sebagai informasi, PMI Manufaktur Jerman rata-rata berada di 51,87 poin selama 2008 hingga 2021, dengan posisi tertinggi sepanjang masa 66,60 poin pada Maret 2021 dan rekor terendah 32 poin pada Januari 2009 di tengah krisis finansial global.

Setelah Jerman, pada 15.00 WIB giliran Uni Eropa yang akan mempublikasikan PMI manufaktur kawasan Eropa per Juli. Setelah mencapai rekor tertinggi baru 63,4 pada Juni lalu, yang menandai ekspansi dalam 12 bulan terakhir beruntun, pada Juli konsensus sepakat bahwa PMI manufaktur Eropa turun menjadi 62,5.

Beralih ke Negeri Ratu Elizabeth II, Britania Raya, yang juga bakal merilis data PMI manufaktur per Juli pada pukul 15.30 WIB. Pada Juni lalu PMI manufaktur Britania Raya berada di 63,9, turun dari rekor tertinggi 65,6 di bulan Mei.

Konsensus ekonom mencatat, PMI manufaktur Britania Raya pada Juli akan turun menjadi 62,5.

Selain merilis data PMI, pada 06.00 WIB Britania Raya juga mempublikasikan data keyakinan konsumen bulan Juli yang diprediksi akan kembali naik menjadi -8, dari posisi -9 pada bulan Juni dan Mei. Tidak hanya itu, pada 13.00 WIB, investor juga akan menunggu data penjualan ritel di tanah Britania Raya.

Tidak ketinggalan, Negeri Paman Sam AS juga akan melaporkan data PMI manufaktur per Juli 2021 pada pukul 20.45 WIB. Pada Juni lalu, PMI manufaktur AS berada di 62,1 sama seperti posisi Mei--yang merupakan posisi sepanjang masa--di angka 62,1.

Menurut amatan Tradingeconomics, posisi PMI manufaktur AS pada Juni-Mei lalu menunjukkan peningkatan yang signifikan, yang merupakan terkuat sejak pengumpulan data dimulai pada Mei 2007, menyusul pelonggaran pembatasan Covid-19.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • PMI manufaktur IHS Markit Australia per Juli (06.00 WIB)

  • Keyakinan konsumen Britania Raya bulan Juli (06.00 WIB)

  • PMI manufaktur IHS Markit Perancis per Juli (14.15 WIB)

  • PMI manufaktur IHS Markit Jerman per Juli (14.30 WIB)

  • PMI manufaktur IHS Markit Uni Eropa per Juli (15.00 WIB)

  • PMI manufaktur IHS Markit Britania Raya per Juli (15.30 WIB)

  • Penjualan ritel Kanada bulan Mei (19.30 WIB)

  • PMI manufaktur IHS Markit AS per Juli (20.45 WIB)

Berikut agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:

  • RUPST PT Multi Prima Sejahtera Tbk/LPIN (09.00 WIB)

  • RUPST PT Perdana Gapura Prima Tbk/GPRA (09.00 WIB)

  • RUPST PT Paramita Bangun Sarana Tbk/PBSA (10.00 WIB)

  • RUPST & RUPSLB PT Mayora Indah Tbk/MYOR (10.00 WIB)

  • RUPST & RUPSLB PT Bank Jtrust Indonesia Tbk/BCIC (14.00 WIB)

  • RUPST & RUPSLB PT Argha Karya Prima Industry Tbk/AKPI (14.00 WIB)

Di bawah ini sejumlah indikator perekonomian nasional:



TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular