Peringkat Diturunkan Moody's, Ini Fakta-fakta Agung Podomoro

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Selasa, 20/07/2021 09:20 WIB
Foto: Mall Senayan City Jelang Pembukaan Mall di Jakarta (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten properti milik pengusaha nasional, Trihatma Kusuma Haliman, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) baru saja mendapatkan penurunan peringkat utang dari Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Service, menjadi Caa1 dengan outlook atau prospek negatif (Caa1-).

Berdasarkan keterangan resmi Moody's, peringkat Caa1 APLN mencerminkan ekspektasi bahwa likuiditas emiten masih lemah pada tahun ini dan tahun depan karena perusahaan bergantung pada penjualan aset dan pendanaan eksternal untuk memenuhi kebutuhan uang tunai.

Struktur modal APL juga tidak berkelanjutan, seperti yang ditunjukkan oleh tingkat leverage-nya yang tinggi. Sebab itu, pengelola Senayan City ini diharapkan dapat menyelesaikan penjualan lahan industri dan penjualan sisa sahamnya di Central Park Mall pada tahun 2021.


Hanya saja Moody's menyatakan ada ketidakpastian seputar penyelesaian tepat waktu atas kedua penjualan aset tersebut, mengingat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, khususnya di kawasan Jawa dan Bali, setelah lonjakan kasus virus corona (Covid-19) di kedua kawasan tersebut.

"Kami memperkirakan pendapatan APLN dari properti investasinya tidak berubah pada tahun 2021 dari tahun 2020, tapi pendapatan dari bisnis pengembangannya akan turun secara signifikan jika penjualan aset tidak dijalankan. Dengan demikian, metrik kredit APL akan melemah selama 12-18 bulan ke depan," tulis Moody's dalam laporannya, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (20/7).

Pada 14 Desember 2020, Moody's sebelumnya menegaskan kembali peringkat APLN yaitu B3, serta pada saat yang sama juga menegaskan kembali peringkat Obligasi Senior USD yaitu B3, dengan outlook untuk kedua rating tetap negatif.

Secara kinerja, pada kuartal I tahun ini, APLN mencatatkan pendapatan mencapai Rp 485,44 miliar, turun 63% dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,32 triliun.

Beban pokok penjualan dan beban langsung berhasil ditekan menjadi Rp 299,84 miliar dari sebelumnya Rp 772,99 miliar.

Perseroan bahkan masih bisa mencetak laba kotor Rp 185,60 miliar dari sebelumnya Rp 548,58 miliar.

Namun penurunan pendapatan ditambah dengan beban perusahaan, beserta rugi kurs membuat APLN masih mencetak rugi bersih. Hingga Maret lalu, rugi kurs APLN tercatat mencapai Rp 163,69 miliar kendati berhasil dipangkas dari sebelumnya rugi kurs hingga Rp 1,05 triliun.

Kontribusi penjualan terbesar APLN di Q1 yakni dari pendapatan dari sewa yakni mencapai Rp 177,38 miliar dari sebelumnya Rp 237,84 miliar dan berikutnya penjualan apartemen mencapai Rp 118,55 miliar, meski turun dari Rp 902,19 miliar.

Manajemen APLN, dalam keterangan di laporan keuangan menyatakan pemerintah Indonesia memang mengambil kebijakan PPKM dalam rangka mencegah penyebaran dari pandemi Covid-19.

"Pembatasan ini mengakibatkan perlambatan aktivitas ekonomi global serta mempengaruhi permintaan barang dan jasa. Namun demikian, operasi kami di tahun 2021 menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang ditandai dengan meningkatnya pemanfaatan kapasitas produksi," tulis manajemen APLN, dikutip Rabu (30/6/2021) lalu.

Manajemen juga telah mempersiapkan sejumlah langkah mitigasi dan manajemen risiko yang diperlukan.

Namun demikian seberapa besar dan luas dampak dari pandemi tersebut terhadap kondisi keuangan, likuiditas dan hasil operasi masa depan perusahaan sulit untuk ditentukan.

"Hasil dari operasi, posisi keuangan, dan likuiditas perusahaan, setidaknya untuk tahun 2021, akan dipengaruhi oleh sejauh mana perkembangan pandemi Covid-19 tersebut," tulis manajemen APLN.

Tahun lalu, APLN membukukan kinerja yang kurang menggembirakan dengan rugi bersih Rp 136,79 miliar. Jumlah ini lebih dalam alias bengkak 1.479% ketimbang rugi bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp 8,66 miliar.

Kendati kembali merugi, penjualan dan pendapatan usaha emiten yang melantai di bursa pada 2010 lalu ini naik 30,69% ke posisi Rp 4,96 triliun per akhir tahun lalu, dari Rp 3,79 triliun pada 2019.

Data BEI mencatat, pada perdagangan Senin lalu (19/7), saham APLN ditutup turun 3,17% di Rp 122/saham. Nilai transaksi mencapai Rp 855 juta dengan volume perdagangan 6,96 juta saham.

Sebulan terakhir saham APLN minus 19,21% dan year to date saham APLN juga turun 35% dengan kapitalisasi pasar Rp 2,77 triliun.


(tas/tas)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat