
Pandu Sjahrir: Unicorn IPO Bukan Cara Exit Strategy

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir menyebutkan rencana perusahaan teknologi besar atau unicorn melantai di pasar saham Indonesia bukan bagian dari exit strategy investor lama. IPO merupakan upaya penggalangan dana untuk kebutuhan investasi perusahaan.
Hal ini disampaikan Pandu dalam akun Instagramnya @pandusjahrir, dikutip CNBC Indonesia, Senin (19/7/2021).
"IPO ini bukan sebagai exit strategy. Karena yang masuk adalah new money. Jangan lupa, investment ke perusahaan teknologi itu penggunaannya hanya dua, yaitu penguatan teknologi for a better service to customer dan human capital untuk mencari best-in-class talent untuk masuk di perusahaan itu," tulisnya.
Dia mengungkapkan, dengan adanya emiten dari sektor teknologi ini, menjadikan pasar saham dalam negeri menjadi lebih dinamis.
Perusahaan teknologi ini dinilai lebih memiliki kemampuan untuk mengubah ekosistem yang ada saat ini. Ditambah, perusahaan ini memang baru belum lama berdiri, namun mampu untuk mencatatkan IPO dengan nilai terbesar di dalam negeri.
"Ini pertama kalinya di Indonesia. Bukalapak dengan market cap yang ada ini, sudah terbukti bisnis modelnya," tulis Presiden Komisaris Sea Group Indonesia ini.
Untuk diketahui, PT Bukalapak.com merupakan perusahaan teknologi yang pertama akan melantai di BEI.
Senin ini Bukalapak akan mengakhiri proses bookbuilding, tanggal efektif dari OJK diharapkan pada 26 Juli dan masa penawaran umum pada 28-30 Juli. Adapun target tercatat di papan perdagangan atau listing di BEI pada 6 Agustus 2021.
Bukalapak menunjuk empat penjamin emisi (underwriter), terdiri dari penjamin emisi efek yakni PT UBS Sekuritas Indonesia dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan penjamin pelaksana emisi efek yakni PT Mandiri Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas.
Berdasarkan data prospektus, tercatat pendapatan neto Bukalapak di 2020 mencapai Rp 1,35 triliun naik dari 2019 sebesar Rp 1,076 triliun.
Di Maret 2021, pendapatan neto mencapai Rp 432,70 miliar dari Maret 2020 sebesar Rp 320,23 miliar.
Namun perusahaan yang disokong Grup Emtek ini masih mencatat rugi tahun berjalan di 2020 Rp 1,35 triliun dari rugi di 2019 Rp 2,79 triliun.
Di Maret 2021 rugi periode berjalan sebesar Rp 323,80 miliar dari rugi di Maret 2020 yakni Rp 393,49 miliar.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 27 Calon Emiten Antre IPO di Bursa, Ada Emisi Jumbo!