Beban Berat! 3 Emiten Tekstil Pilih Masuk Bisnis APD-Masker

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
15 July 2021 17:35
Ilustrasi Logo Sritex. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dok.Instagram Sritex

SRIL

Berikutnya Sritex. Emiten tekstil milik keluarga Lukminto ini juga sedang memikul utang yang 'segunung' hingga nyaris default (gagal bayar). Kondisi keuangan tersebut membuat perusahaan mencoba peruntungan di lini bisnis tambahan.

Manajemen Sritex sudah lebih dahulu dibanding PBRX untuk masuk ke lini bisnis baru dalam produksi pakaian APD dan masker kain. Hal tersebut terungkap dalam keterbukaan informasi pada 11 Mei 2021, yang kemudian diperbarui pada 25 Mei lalu.

Untuk mengembangkan lini bisnis baru ini, perusahaan memerlukan investasi senilai Rp 280,5 miliar yang akan didanai dari internal perusahaan.

Adapun rencana ini sudah mendapat persetujuan pemegang saham di RUPST pada 28 Mei 2021.

Sementara, menurut KJPP FAST yang mendapatkan penugasan studi kelayakan mengenai penambahan lini bisnis perusahaan, rencana proyek ini layak untuk dilaksanakan.

Saat ini perseroan sedang dalam proses PKPU di tiga negara, antara lain Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat (AS). Proses PKPU di Indonesia, misalnya, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah memutuskan untuk mengabulkan permintaan perusahaan untuk memperpanjang proses PKPU hingga 90 hari ke depan.

Sementara itu, perusahaan baru-baru ini mengalami penurunan rating Jangka Panjang Issuer Default Rating (IDR) menjadi RD (Restricted Default) dari sebelumnya C yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat global Fitch Ratings.

Ini terjadi seiring Sritex tidak memenuhi pembayaran bunga jatuh tempo sekitar US$ 850.000 atau setara dengan Rp 11,9 miliar (kurs US$ 1 = Rp 14.000) atas pinjaman sindikasi senilai US$ 350 juta atau Rp 4,9 triliun, yang jatuh tempo 23 April 2021.

POLY

Terakhir ada Asia Pacific Fibers. Pada tahun lalu, diversifikasi ke produksi APD dan masker juga dilakukan emiten tekstil berkode saham POLY, yang sebetulnya fokus perusahaan pada industri kimia, serat sintetis, dan tekstil ini.

Perusahaan sudah mendapatkan pesanan memproduksi APD dan selimut untuk tenaga medis dan paramedis. Izin produksi dan izin edar pun sudah dikantongi, meskipun total nilai pesanan tersebut masih belum bisa menutup biaya operasional.

"Namun sedikit bisa meringankan beban perusahaan," kata Presiden Direktur POLY V. Ravi Shankar, dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa (5/5/2020).

Dampak pandemi sempat membuat POLY akhirnya terpaksa menutup operasional pabrik perusahaan di Karawang (Jawa Barat) dan Kaliwungu (Kendal, Jawa Tengah) beberapa bulan sejak 5 Mei 2020.

Selama pabrik dalam masa shutdown, kata Ravi, seluruh karyawan akan dirumahkan sementara waktu (dengan memberikan kompensasi selama dirumahkan) kecuali karyawan bagian maintenance yang ditunjuk untuk masuk sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan dibantu beberapa kontraktor dari luar untuk melakukan perbaikan dan perawatan mesin-mesin produksi agar tetap dalam kondisi baik.

Dari sisi kinerja, laporan keuangan POLY mencatat, tahun lalu pendapatan POLY turun 35% menjadi US$ 258,49 juta atau Rp 3,75 triliun (kurs Rp 14.500/US$) dari tahun 2019 sebesar US$ 396,68 juta.

Rugi bersih POLY bengkak menjadi US$ 20,55 juta atau Rp 298 miliar dari rugi 2019 sebesar US$ 11,91 juta. Namun kabar baiknya, di kuartal I-2021, kinerja perusahaan membaik. Pendapatan naik menjadi US$ 87,68 juta dari periode Q1-2020 sebesar US$ 87,92 juta.

Perusahaan juga berhasil mencetak laba bersih menjadi US$ 2,62 juta dari laba bersih Q1-2020 sebesar US$ 4,32 juta.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular