Beban Berat! Sritex Terpaksa Pangkas 1.577 Karyawan di 2020

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
31 May 2021 15:40
pabrik sritex
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 benar-benar berdampak bagi seluruh sektor ekonomi, termasuk emiten industri tekstil dan garmen Tanah Air. Salah satu pemain besar tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, misalnya, mengalami tekanan besar yang membuat rantai pasokan (supply chain) perusahaan terhenti.

Emiten yang didirikan oleh mendiang HM Lukminto ini sedang mengalami tekanan finansial yang besar. Pasalnya tahun ini hingga tahun depan perusahaan memiliki utang yang akan jatuh tempo dalam jumlah yang cukup besar.

Selain itu, Sritex tercatat melakukan pengurangan jumlah karyawan sepanjang 2020.

Berdasarkan laporan tahunan 2020 audit yang terbit di website Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah karyawan Sritex per 31 Desember 2020 mencapai 17.186 karyawan.

Angka ini menurun sebesar 8,4% atau berkurang 1.577 dibandingkan pada 2019 yang sebesar 18.763 karyawan.

Adapun, komposisi jumlah karyawan pada 2020 meliputi 17.082 karyawan dari bagian produksi dan 104 karyawan dari bagian non produksi.

Manajemen Sritex juga menjelaskan alasan pengurangan jumlah pekerja perusahaan.

"Pengurangan jumlah karyawan Sritex dikarenakan efisiensi usia non produktif dan seiring dengan strategi perusahaan untuk melakukan efisiensi kinerja dengan cara peningkatan skill untuk karyawan, sehingga dilakukan pengurangan terhadap karyawan yang memiliki skill di bawah standar yang ditetapkan," jelas manajemen, dikutip CNBC Indonesia dari laporan keuangan SRIL, Senin (31/5/2021).

Manajemen mengakui, sepanjang tahun lalu, perseroan menghadapi beberapa tantangan/kendala dalam usaha mencapai target yang telah ditetapkan.

Kendala tersebut mencakup terhentinya supply chain, menurunnya permintaan domestik dan global, pemasaran offline yang sudah tidak efektif serta terkait kesehatan seluruh karyawan dari virus Covid-19.

Informasi saja, pendapatan Sritex sepanjang 2020 sebenarnya naik 8,25% menjadi US$ 1,28 miliar atau setara dengan Rp 17,95 triliun (asumsi kurs US$ 1 = Rp 14.000) secara tahunan (year on year/YoY).

Namun, laba bersih SRIL turun sebesar 2,65% menjadi sebesar Rp US$ 85,32 juta (Rp 1,19 triliun) dari sebelumnya US$ 87,65 juta di akhir 2019.

Di pos liabilitas naik menjadi US$ 1,17 miliar dari tahun sebelumnya US$ 966,58 juta. Liabilitas jangka pendek US$ 398,34 juta dan liabilitas jangka panjang US$ 781,22 juta.

Sepanjang tahun lalu, arus kas operasi minus US$ 59,24 juta atau Rp 829,37 miliar, dari arus kas positif US$ 1,3 juta pada tahun sebelumnya.

Saat ini perusahaan tengah berada dalam status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara.

PKPU tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor gugatan 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg. Gugatan ini diajukan pada 19 April 2021 lalu oleh CV Prima Karya yang merupakan mitra usaha perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

Anak usaha perusahaan yang juga digugat dalam PKPU ini antara lain PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya.

Sementara itu, perusahaan baru-baru ini mengalami penurunan rating Jangka Panjang Issuer Default Rating (IDR) menjadi RD (Restricted Default) dari sebelumnya C yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat global Fitch Ratings.

Ini terjadi seiring Sritex tidak memenuhi pembayaran bunga jatuh tempo sekitar US$ 850.000 atau setara dengan Rp 11,9 miliar (kurs US$ 1 = Rp 14.000) atas pinjaman sindikasi senilai US$ 350 juta atau Rp 4,9 triliun, yang jatuh tempo 23 April 2021.

Rating Restricted Default ini adalah peringkat utang yang satu tingkat di atas gagal bayar (D), alias default.


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kinerja Tertekan & Kena PKPU, Sritex Juga PHK Karyawan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular