Duet "Setan" Corona & Tapering Bikin Rupiah Lemas Tak Berdaya

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 July 2021 09:23
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Sementara itu data inflasi AS yang dirilis Selasa malam ternyata lebih tinggi dari ekspektasi pelaku pasar, sehingga menguatkan kembali isu tapering di tahun ini, alhasil dolar AS mengamuk. Indeks dolar AS kemarin melesat 0,53%, dan pagi ini berlanjut naik 0,06% ke 92,804.

Inflasi yang dilihat berdasarkan Consumer Price Index (CPI) melesat 5,4% di bulan Juni dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY). Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2008, dan lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang disurvei Dow Jones yang memperkirakan pertumbuhan 5%.

Sementara itu inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,5%, jauh di atas prediksi 3,8% dan tertinggi sejak September 1991.

Bank sentral AS (The Fed) sebenarnya menggunakan inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan moneter termasuk tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Tetapi dat inflasi CPI bisa memberikan gambaran seberapa tinggi inflasi PCE nantinya.

Data terakhir menunjukkan inflasi inti PCE di bulan Mei tumbuh 3,4% YoY. Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

"Rilis data inflasi menguatkan kembali cerita tapering The Fed dan dolar AS sudah berkonsolidasi dalam beberapa waktu. Saya pikir rilis data inflasi ini yang dibutuhkan dolar AS untuk kembali menguat," kata Kathy Lien, managing director BK Asset Management, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (13/7/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Cerah Hingga Tekanan Dolar & Tarif Masih Jadi Risiko



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular