Begini Penjelasan Manajemen EXCL Soal Rencana Caplok LINK

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
13 July 2021 12:40
RUPS Tahunan XL Axiata (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidiq)
Foto: RUPS Tahunan XL Axiata (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidiq)

Jakarta, CNBC Indonesia - Induk perusahaan PT XL Axiata Tbk (EXCL), Axiata Bhd, dikabarkan sedang dalam pembicaraan untuk membeli saham PT Link Net Tbk (LINK) dari Grup Lippo.

Diskusi mengenai akuisisi tersebut sedang berlangsung antara Axiata dan penjual potensial, perusahaan ekuitas swasta CVC Capital Partners dan First Media, anak perusahaan konglomerat Lippo Group keluarga Riady.

"Axiata sedang mempertimbangkan opsi pada struktur kesepakatan potensial termasuk membeli saham melalui unitnya di Indonesia, PT XL Axiata," tulis laporan Bloomberg, dikutip Selasa (6/7/2021).

Menanggapi hal ini, Group Head Corporate Communication PT XL Axiata Tbk (EXCL), Tri Wahyuningsih Harlianti menyatakan, tidak bisa memberikan penjelasan lebih rinci mengenai rencana perusahaan induk XL melakukan rencana akuisisi ini.

"Mengenai hal ini, kami tidak bisa memberikan tanggapan, karena ini merupakan ranah dari Axiata Group Bhd," kata Tri kepada CNBC Indonesia, Selasa (13/7/2021).

Sementara itu, sampai dengan berita ini ditayangkan, CNBC Indonesia masih mengonfirmasi lebih lanjut mengenai keseriusan CVC Capital Partners menjual kepemilikan sahamnya.

Namun demikian, sebelumnya pemegang saham mayoritas di emiten penyedia layanan internet Grup Lippo, PT Link Net Tbk (LINK), menyatakan kesiapannya melepas seluruh kepemilikan sahamnya.

Kedua pemegang saham LINK tersebut yakni Grup Lippo melalui PT First Media Tbk (KBLV) dan perusahaan private equity global CVC Capital Partners via Asia Link Dewa Pte. Saat ini kedua pihak tersebut masih dalam tahap pembicaraan lebih lanjut dengan para calon investor strategis yang siap masuk.

"Saat ini, LINK sedang dalam tahap advance merger and aquisition atau M&A dengan buyer," kata CEO dan Presiden Direktur LINK, Marlo Budiman, kepada CNBC Indonesia, Rabu (7/7/2021).

Marlo menegaskan, calon pembeli potensial tersebut masih di kawasan Asia Tenggara, meski ia belum bisa merinci nama lebih lanjut. Jumlah calon investor ini berubah dari tahun lalu saat Marlo menyatakan ada empat calon investor strategis.

Menurut Marlo, pertimbangan pelepasan saham ini adalah keinginan dari pemegang saham.

"Shareholders mau jual LINK dengan harga premium," katanya sembari menegaskan tak bisa menyebutkan nama calon pembeli.

"Iya tahun lalu ada empat calon, tapi sekarang berubah."

Dia menjelaskan kepemilikan saham Link Net oleh CVC (Asia Link Dewa) adalah sebesar 36,99%, sementara kepemilikan saham Link Net oleh First Media adalah 29,04%.

"Perhitungan di atas tidak termasuk saham treasury. Total 66,03% [yang dilepas]," jelasnya.

Berdasarkan laporan keuangan Maret 2021, Grup Lippo menggenggam kepemilikan atas 66,03% saham LINK melalui Asia Link Dewata sebesar 36,99% (sebanyak 1.017.766.198) saham) dan First Media sebesar 29,04% (798.969.286 saham), dan sisanya publik 33,97%. Jadi porsi 66,05% saham berarti sebanyak 1.816.735.484 saham.

Bila mengacu pada rata-rata harga saham LINK pada kisaran Rp 4.310 per saham sampai dengan Rp 4.440 per saham, maka jika Grup Lippo menjual seluruh kepemilkan sahamnya, nilai transaksinya berpotensi mencapai Rp 7,83 triliun sampai dengan Rp 8,06 triliun.

Merger Axiata-Telenor 

Axiata Group Bhd tampaknya sedang melakukan aksi korporasi besar. Selain membidik LINK, perusahaan telekomunikasi asal Malaysia ini baru saja menandatangani perjanjian definitif untuk menggabungkan dengan perusahaan telekomunikasi asal Norwegia Telenor ASA.

Melansir Bloomberg, Senin (21/6/2021), dalam transaksi telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara ini, Axiata akan memindahkan saham perusahaan di Celcom Axiata Bhd. ke Digi.com Bhd. senilai RM 17,8 miliar atau setara dengan Rp 61,98 triliun (kurs RM 1 = Rp 3.482,26).

Kemudian, Axiata akan mendapatkan saham baru dan dana senilai RM 1,7 miliar dari Digi, dan hampir RM 300 juta dari pihak Telenor.

Nantinya, entitas hasil penggabungan ini akan memiliki nilai ekuitas pra-sinergi mendekati RM 50 miliar atau setara US$ 12,1 miliar, sekitar Rp 174 triliun (kurs Rp 14.400/US$).

Kesepakatan resmi tersebut, yang pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg, muncul setelah Axiata dan Telenor mengumumkan pada April lalu bahwa mereka sedang dalam diskusi lanjutan untuk menggabungkan Celcom dan Digi yang dapat menjadi operator ponsel terbesar di Malaysia berdasarkan jumlah pelanggan.

Menurut data Bloomberg, penggabungan ini juga akan menjadi kesepakatan telekomunikasi terbesar di negara ini, melampaui akuisisi Binariang GSM Bhd. 2007 atas Maxis Communications Bhd. dalam kesepakatan senilai RM 41 miliar.

Setelah penggabungan, Axiata dan Telenor akan memiliki kepemilikan yang sama masing-masing 33,1% di entitas gabungan yang bernama Celcom Digi Bhd., yang akan memiliki basis pelanggan 19 juta dan pendapatan proforma RM 12,4 miliar.

Menurut catatan Bloomberg, merger tersebut dapat menghasilkan sinergi biaya dan belanja modal (capex) sekitar RM 8 miliar berdasarkan net present value (NPV).

Sebagaimana diwartakan oleh CNBC Indonesia sebelumnya (16/6), belum lama ini, Axiata Group Bhd dan Telenor Asia telah menyelesaikan uji tuntas (due diligence) yang berkaitan dengan usulan merger antara Celcom Axiata Bhd dan Digi.Com Bhd.

Presiden Axiata dan Group Chief Executive Officer Datuk Izzaddin Idris mengatakan, kedua pihak berharap dapat segera menandatangani perjanjian definitif dalam waktu dekat ini, bahkan tinggal dalam hitungan hari atau dalam beberapa pekan lagi.

"Baik Axiata dan Telenor, kami berharap akan segera menandatangani [perjanjian definitif]," kata Izzadin, seperti dilansir dari The Edge Market, Selasa (16/6/2021).

"Penting bagi kita untuk mengintegrasikan dengan cepat," katanya saat konferensi pers virtual usai rapat umum tahunan ke-29 Axiata."

Izzaddin mengatakan, terkait waktu penyelesaian merger, dia diberitahu oleh tim penasihat, bahwa mungkin masih perlu beberapa bulan lagi, tergantung pada pihak yang menerima persetujuan dari pihak berwenang, terutama dari Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC). Pengajuan ke MCMC bisa dilakukan segera setelah kesepakatan definitif ditandatangani.

"Kami telah menunjuk konsultan untuk membantu mempersiapkan studi ekonomi [untuk merger] dan apakah pangsa pasar akan terpengaruh oleh merger. Studi seperti itulah yang dibutuhkan regulator saat mengevaluasi proposal merger," katanya.

Perseroan, kata Izzadin menargetkan, perjanjian definitif ini akan ditandatangani sebelum akhir kuartal kedua tahun ini.

Namun demikian, dia belum bisa menjelaskan lebih rinci, terkait rencana merger dan akuisisi lebih lanjut atau rencana ekspansi untuk Axiata ke depan.

Meskipun grup sedang mencari opsi di tengah merger di antara perusahaan telekomunikasi di Indonesia, agar grup dapat mempertahankan posisinya di pasar. Hal yang sama berlaku untuk pasar lain tempat Axiata beroperasi, seperti Bangladesh dan Nepal.

"Jawaban singkatnya adalah akan ada beberapa pengumuman lagi di sepanjang jalan, tetapi ini semua adalah bagian tak terpisahkan dari apa yang telah kami petakan di bawah Axiata 5.0," kata Izzaddin, mengacu pada visi dan strategi grup.

Dalam hal pasar baru, dia mengatakan mungkin ada peluang bagi unit infrastruktur menara Edotco Group Sdn Bhd untuk berekspansi ke pasar baru, mengingat belum hadir di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam dan Thailand.

Sebelumnya, wacana merger Axiata dengan Telenor ASA sempat mengemuka pada tahun 2019 lalu. Namun, pada saat itu, ada kendala prinsipil yang membuat keduanya tidak menemui kata sepakat dan mengakhiri rencana menggabungkan aset telekomunikasi mereka di Asia.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Caplok LINK, XL Bakal Siapkan Rp 1,36 T Buat Tender Wajib

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular