Peringatan Rupiah! Spekulator Kurangi Posisi Jual Dolar AS

Market - Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 July 2021 18:20
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu menguat 0,24% melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (12/7/2021), bahkan sepanjang perdagangan Mata Uang Garuda tidak pernah masuk ke zona merah.

Meski demikian, bukan berarti ke depannya rupiah akan leluasa terus menguat, malah harus lebih waspada. Sebab, para spekulator kini mulai mengurangi posisi jual dolar AS.

Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) pada Jumat lalu data yang dirilis CFTC menunjukkan posisi net short (jual bersih) dolar AS pada pekan yang berakhir 6 Juli sebesar US$ 8,3 miliar, turun dari pekan sebelumnya US$ 10,44 miliar, dan berada di level terendah sejak akhir April.

CFTC juga melaporkan, posisi net short tersebut sudah menurun dalam 3 pekan beruntun.

Data tersebut menunjukkan pelan-pelan sentimen terhadap dolar AS mulai berubah, ketika net sell berubah menjadi net buy, artinya bullish atau para spekulator melihat dolar AS akan menguat.

Para spekulator bisa dikatakan masih kebingungan melihat kemana dolar AS akan melangkah. Sebab, masih menanti kejelasan kapan bank sentral AS (The Fed) akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Ketua The Fed, Jerome Powell, berulang kali menegaskan tidak akan melakukan tapering dalam waktu dekat. Artinya, kemungkinan baru akan dilakukan di tahun depan.
Tetapi, banyak para analis memprediksi tapering akan dilakukan di tahun ini, sebab inflasi di AS yang tinggi, dikhawatirkan akan mengganggu laju pemulihan ekonomi jika terjadi secara terus menerus.

Data terbaru menunjukkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Inflasi PCE merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Selain inflasi, ada juga data tenaga kerja.

Pada Jumat (2/7/2021), Departemen Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang. Meski jumlah perekrutan lebih banyak dari perkiraan, tetapi tingkat pengangguran justru naik menjadi 5,9% dari sebelumnya 5,8%.

Selain itu, pertumbuhan rata-rata upah per jam hanya 0,3%, lebih rendah dari konsensus 0,4%

Analis Westpac, Imre Spesizer mengatakan sinyal kapan tapering dilakukan bisa terlihat lebih jelas pada bulan depan.

"Rilis data tenaga kerja kemungkinan membuat The Fed tidak akan melakukan tapering dalam waktu dekat. Saya pikir pasar melihat kemungkinan mendapat sinyal tapering di pertemuan Jackson Hole bulan Agustus," katanya sebagaimana dilansir CNBC International Senin (5/7/2021).

Jackson Hole merupakan acara tahunan yang mempertemukan bank sentral di seluruh dunia, begitu juga menteri keuangan, akademisi hingga praktisi dunia finansial. Sehingga pertemuan tersebut selalu dinanti-nanti oleh pelaku pasar, dan bisa jadi menentukan nasib dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Dolar AS Tak Sedahsyat yang Dikira, Mending Pegang Rupiah?


(pap/pap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading