Rupiah Pagi-pagi Ngamuk! Melesat ke Rp 14.460/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 July 2021 09:39
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Meski demikian patut diwaspadai kebangkitan dolar AS, sebab data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) pada Jumat lalu menunjukkan para spekulator mengurangi posisi jual dolar AS mereka. Artinya, para spekulator mulai melihat tanda-tanda dolar AS menguat.

Data yang dirilis CFTC menunjukkan posisi net short (jual bersih) dolar AS pada pekan yang berakhir 6 Juli sebesar US$ 8,3 miliar, turun dari pekan sebelumnya US$ 10,44 miliar, dan berada di level terendah sejak akhir April.

CFTC juga melaporkan, posisi net short tersebut sudah menurun dalam 3 pekan beruntun.

Pelaku pasar menanti rilis data inflasi di AS pekan ini untuk melihat prospek tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bisa dilakukan tahun ini atau tidak oleh bank sentral AS (The Fed). Ketika tapering dilakukan tahun ini, maka suku bunga di AS bisa naik tahun depan.

"Jika kita melihat data yang kuat, The Fed akan memajukan proyeksi mereka untuk menaikkan suku bunga dari saat ini di tahun 2023. Itu berarti tapering harus melakukan tapering lebih cepat," kata Shinichiro Kadota, ahli strategi mata uang di Barclays, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (12/7/2021).

AS akan merilis data inflasi berdasarkan Consumer Price Index (CPI) pada Selasa besok. Data ini bisa memberikan gambaran data inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) yang dirilis belakangan, dan yang menjadi acuan The Fed.

Data terbaru bahkan menunjukkan inflasi inti PCE di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular