
Rupiah Terkapar 3 Hari Beruntun, tapi Ada Kabar Baik juga

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah harus rela kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (9/7/2021), meski tipis. Padahal, dolar AS juga sedang dalam tekanan.
Sentimen pelaku pasar yang memburuk sejak Kamis kemarin membuat Mata Uang Garuda kesulitan menguat. Meski demikian, kabar baiknya secara mingguan, rupiah sukses menghentikan pelemahan 3 hari beruntun.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.520/US$. Cukup lama di level tersebut, rupiah kemudian melemah hingga 0,12% ke Rp 14.549/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga menjadi 0,03% saja ke Rp 14.525/US$.
Hingga Jumat ini, rupiah membukukan pelemahan 3 hari beruntun. Tetapi jika dilihat secara mingguan, rupiah sukses menghentikan rentetan penurunan 3 pekan beruntun. Sebabnya, dalam 2 hari pertama pekan ini rupiah mampu menguat 0,36%, sehingga sepanjang pekan ini penguatannya masih tersisa 0,03%.
Tekanan bagi rupiah hari ini terjadi karena sentimen pelaku pasar saat ini sedang memburuk akibat kecemasan akan kemungkinan perekonomian global yang berbalik merosot akibat penyebaran terbaru virus corona. Alhasil, bursa saham global mengalami aksi jual Kamis kemarin, dan berlanjut lagi ke bursa Asia hari ini.
Indeks Nikkei Jepang sempat ambrol ambrol lebih dari 2%, sebelum memangkas pelemahan tersebut di akhir perdagangan menjadi 0,63%. Sementara indeks Kospi Korea Selatan justru gagal memangkas pelemahan secara signifikan dan melemah lebih dari 1%. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir stagnan.
Kecemasan akan pelambatan ekonomi global memang dipicu lonjakan kasus Covid-19. Tetapi, baru meletup setelah Jepang kemarin mengumumkan kondisi darurat ibu kota Tokyo.
Dengan demikian, Olimpiade di Tokyo akan dilakukan tanpa penonton.
Langkah ini diambil karena angka infeksi corona yang cukup tinggi sementara kota itu harus menyelenggarakan Olimpiade akhir bulan ini.
Ketika sentimen pelaku pasar memburuk, maka rupiah yang merupakan mata uang emerging market akan terpukul.
Tetapi, yang menarik saat sentimen pelaku pasar memburuk, indeks dolar AS juga melemah. Dolar biasanya dianggap sebagai aset aman (safe haven), sehingga akan menjadi sasaran investasi ketika sentimen pelaku pasar memburuk.
Tetapi kali ini dolar AS malah melemah, indeks yang mengukur kekuatannya kemarin melemah 0,25% pada perdagangan Kamis, dan hari ini sempat turun lagi 0,07%.
Perekonomian Amerika Serikat juga dikhawatirkan akan mengalami kemunduran akibat penyebaran virus corona varian delta yang lebih mudah menginfeksi.
"Peningkatan kasus Covid, terutama varian Delta memicu kekhawatiran bahwa akselerasi ekonomi akan melambat," tutur Timothy Lesko, analis Granite Investment Advisors kepada CNBC International.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> PPKM Mikro Darurat Berisiko Diperpanjang
Tekanan bagi rupiah juga datang dari dalam negeri. Kasus Covid-19 di Indonesia bahkan terus mencetak rekor tertinggi. Kementerian Kesehatan mencatat pada Kamis (8/7/2021) penambahan pasien baru Covid-19 hingga pukul 12:00 WIB sebanyak 38.391 orang. Penambahan tersebut merupakan rekor terbanyak, jauh melampaui rekor 34 ribuan orang sehari sebelumnya.
PPKM Mikro Darurat menargetkan kasus positif harian bisa ditekan hingga ke bawah 10.000 per hari. Efeknya memang belum terlihat sebab baru dilakukan selama 5 hari.
Tanda-tanda berhasil atau tidaknya PPKM Mikro Darurat baru akan terlihat setidaknya satu minggu ke depan, mengingat adanya masa inkubasi virus corona.
Meski demikian, lonjakan tinggi kasus Covid-19 tersebut tentunya membuat pelaku pasar was-was. Jika Penambahan kasus belum sukses dilandaikan, ada kemungkinan PPKM Mikro Darurat akan diperpanjang yang tentunya akan berdampak pada pemulihan ekonomi.
Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi mengatakan, PPKM Darurat hingga 20 Juli 2021 kemungkinan besar efektif menurunkan mobilitas masyarakat. Namun, tidak menjamin angka penurunan kasus positif Covid-19 akan menurun.
Berkaca dari pengalaman kenaikan kasus Covid-19 pada bulan Januari 2021, kata Dendi dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk bisa menurunkan kasus Covid-19 ke level 'normal' 5.000 hingga 6.000 kasus per hari.
"Lebih dari itu, penerapan PPKM Darurat ini kemungkinan besar diperpanjang jika tidak terjadi penurunan kasus positif harian Covid-19 secara signifikan," jelas Dendi dalam siaran resminya Kamis (8/7/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
