Ekonom Sebut Ada Bahaya Besar di Kripto Tether, Apa Itu?

chd, CNBC Indonesia
07 July 2021 15:12
FILE PHOTO: Representations of the Ripple, Bitcoin, Etherum and Litecoin virtual currencies are seen on a PC motherboard in this illustration picture, February 13, 2018. Picture is taken February 13, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/File Photo
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, CNBC Indonesia - Tether, koin digital atau kripto (cryptocurrency) terbesar ketiga berdasarkan kapitalisasi pasarnya kini membuat beberapa ekonom, termasuk seorang pejabat di bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) makin khawatir.

Bulan lalu, Presiden The Fed Boston, Eric Rosengren memperingatkan tentang koin digital Tether, di mana ia menyebutnya sebagai potensi risiko stabilitas keuangan. Sementara itu, beberapa investor beranggapan bahwa hilangnya kepercayaan pada tether bisa menjadi 'black swan' kripto, sebuah peristiwa yang tidak terduga dan akan sangat berdampak pada pasar kripto.

Masalah seputar Tether memiliki implikasi signifikan bagi dunia cryptocurrency yang baru lahir. Para ekonom semakin khawatir bahwa hal itu juga dapat berdampak pada pasar di luar mata uang digital.

Seperti Bitcoin, Tether juga merupakan salah satu cryptocurrency. Namun, Tether sangat berbeda dengan Bitcoin dan mata uang virtual lainnya.

Tether adalah koin digital berjenis stablecoin, mata uang digital yang terikat dengan aset dunia nyata seperti dolar AS. Tether dianggap sebagai instrumen kripto yang nilainya stabil, tidak seperti kebanyakan kripto yang dikenal bergejolak atau volatil.

Tether dirancang untuk dapat dikonversi ke dolar AS. Sementara kripto lain sering berfluktuasi nilainya. Umumnya, harga Tether selalu stabil di harga US$ 1 per koinnya.

Namun dalam beberapa waktu terakhir, Tether mengalami pergerakan yang cenderung tidak stabil dan hal ini telah membuat investor khawatir.

Trader kripto sering menggunakan Tether untuk membeli kripto. Tether juga dianggab sebagai aset alternatif dari greenback (dolar AS). Mereka cenderung mencari keamanan di aset yang lebih stabil selama masa volatilitas tajam di pasar kripto.

Namun, kripto tidak diatur dan banyak bank sentral menghindari melakukan bisnis dengan pertukaran mata uang digital karena tingkat risiko yang terlibat. Di sinilah peran stablecoin tercipta.

Belakangan ini, beberapa investor dan ekonom khawatir bahwa pihak yang menerbitkan Tether tidak memiliki cadangan dolar yang cukup dan membuat Tether mulai tidak stabil.

Pada Mei lalu, Tether memecah cadangan untuk stablecoinnya. Perusahaan mengungkapkan bahwa hanya sebagian kecil dari kepemilikannya, yakni sekitar 2,9% dalam bentuk tunai, sementara sebagian besar berada di surat berharga atau obligasi berjangka pendek tanpa jaminan.

JPMorgan berpendapat bahwa hal itu dapat menempatkan Tether dalam 10 besar pemegang surat berharga komersial terbesar di dunia.

Dengan lebih dari US$ 60 miliar koin yang beredar, Tether memiliki lebih banyak deposit daripada dana yang tersimpan di bank AS.

Namun, kekhawatiran investor dan ekonom ini sebenarnya sudah lama terjadi dan apakah Tether digunakan untuk memanipulasi harga Bitcoin, di mana salah satu penelitian mengklaim bahwa koin digital tersebut digunakan untuk menopang Bitcoin selama penurunan harga utama dalam reli di tahun 2017.

Analis di JPMorgan sebelumnya telah memperingatkan bahwa hilangnya kepercayaan investor di Tether secara tiba-tiba dapat mengakibatkan guncangan likuiditas yang parah ke pasar kripto.

Tetapi ada juga kekhawatiran bahwa peningkatan penarikan Tether besar-besaran dapat menyebabkan penularan pasar potensial, yang dapat memengaruhi aset selain kripto.

Pada Juni lalu, Rosengren menyebutkan Tether dan stablecoin lainnya sebagai salah satu dari beberapa risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.

"Krisis di masa depan dapat dengan mudah terjadi dipicu dari sektor yang lebih penting dari pasar keuangan, kecuali kita mulai mengaturnya dan memastikan bahwa sebenarnya ada instrumen stabilitas yang lebih stabil dipasarkan ke masyarakat umum sebagai stablecoin," kata Rosengren, dikutip dari CNBC International.

Pekan lalu, Fitch Ratings memperingatkan penarikan massal di Tether dapat mengganggu stabilitas pasar kredit jangka pendek.

"Lebih sedikit risiko yang ditimbulkan oleh koin yang sepenuhnya didukung oleh aset yang aman dan sangat likuid, meskipun pihak berwenang mungkin masih khawatir jika jejaknya berpotensi sistemik," kata lembaga pemeringkat international tersebut.

Tether bukanlah satu-satunya instrumen stablecoin di dunia kripto, namun Tether menjadi stablecoin yang terbesar dan paling populer saat ini. Adapun stablecoin lainnya yakni USD Coin dan Binance USD.


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Bitcoin Cs Pekan Ini Bikin Senyum

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular