Dolar AS Tak Sedahsyat yang Dikira, Mending Pegang Rupiah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 July 2021 17:43
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Survei yang dilakukan Reuters tersebut berlangsung sebelum rilis data tenaga kerja AS yang sedikit merubah peta kekuatan the greenback.

Pada Jumat lalu, Badan Statistik Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang. Meski jumlah perekrutan lebih banyak dari perkiraan, tetapi tingkat pengangguranm justru naik menjadi 5,9% dari sebelumnya 5,8%.

Selain itu, pertumbuhan rata-rata upah per jam hanya 0,3%, lebih rendah dari konsensus 0,4%. Tetapi tidak lama malah balik merosot.

"Awalnya kita bereaksi positif terhadap data NFP yang lebih kuat dari perkiraan. Tetapi dolar AS kemudian berbalik melemah melihat detail laporan tersebut, khususnya tingkat pengangguran yang naik," kata Vassilu Serebriakov, ahli strategi mata uang di UBS New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).

Kenaikan upah yang lebih rendah dari perkiraan juga memberikan tekanan. Sebab upah terkait dengan daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada inflasi. Ketika inflasi mulai melandai, maka tekanan bagi The Fed untuk melakukan tapering di tahun ini akan mereda.

Analis Westpac, Imre Spesizer juga menyatakan hal yang sama, dan menambahkan sinyal kapan tapering dilakukan bisa terlihat lebih jelas pada bulan depan saat pertemuan Jackson Hole.

"Rilis data tenaga kerja kemungkinan membuat The Fed tidak akan melakukan tapering dalam waktu dekat. Saya pikir pasar melihat kemungkinan mendapat sinyal tapering di pertemuan Jackson Hole bulan Agustus," katanya sebagaimana dilansir CNBC International Senin (5/7/2021).

Jakson Hole merupakan acara tahunan yang mempertemukan bank sentral di seluruh dunia, begitu juga menteri keuangan, akademisi hingga praktisi dunia finansial. Sehingga pertemuan tersebut selalu dinanti-nanti oleh pelaku pasar.

Dengan tertekannya dolar AS bukan berarti rupiah akan menguat dengan mudah. Sebab, kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) masih mengancam rupiah.

Kemarin, jumlah kasus Covid-19 dilaporkan bertambah sebanyak 27.233 orang, sedikit turun dibandingkan Sabtu lalu yakni 27.913 orang yang merupakan rekor penambahan kasus per hari.

Lonjakan kasus tersebut membuat pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) PPKM Mikro Darurat yang berlangsung pada 3 hingga 20 Juli mendatang. Tujuannya, agar penambahan kasus per hari bisa ditekan ke bawah 10.000 orang.

Jika target tersebut belum tercapai, tentunya ada kemungkinan PPKM Mikro Darurat akan diperpanjang, dan mengancam pemulihan ekonomi.

Sektor manufaktur sudah merasakan efek dari lonjakan kasus Covid-19, bahkan sebelum PPKM Mikro Darurat ditetapkan.

IHS Markit pada pekan lalu melaporkan kabar kurang bagus. Aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Juni 2021 dilaporkan 53,5.

Meski masih menunjukkan ekspansi (angka indeks di atas 50), tetapi menunjukkan pelambatan dari sebelumnya sebesar 55,3 di mana kala itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.

"Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada Juni mengalami perlambatan akibat gelombang kedua serangan virus corona. Produksi tetap tumbuh dengan kuat meski dampak pandemi perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan.

"Secara umum, dunia usaha masih optimistis dengan masa depan produksi manufaktur. Namun gangguan akibat pandemi mulai menunjukkan tanda-tanda kewaspadaan," jelas Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga berlanjutnya ekspansi menjadi sangat penting guna memulihkan perekonomian.

Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga bisa kembali terpukul. Ketika konsumen kembali pesimistis, maka belanja berisiko menurun. Sekali lagi, pemulihan ekonomi Indonesia akan menghadapi tantangan berat di kuartal III-2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular