Dolar AS Terlalu "Gagah Perkasa", Rupiah Dekati Rp 14.600/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 July 2021 09:39
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah melemah 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga Kamis kemarin. Sementara pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (2/7/2021), belum ada tanda-tanda rupiah akan mampu menguat, malah semakin mendekati Rp 14.600/US$.

Di pembukaan perdagangan hari ini, rupiah stagnan di Rp 14.500/US$, tetapi kurang dari 30 menit setelahnya sudah melemah 0,45% ke Rp 14.564/US$, berdasarkan data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 16 April. 

Dolar AS memang sedang "gagah perkasa". Kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini kembali menguat 0,17% ke 92,597 yang merupakan level terkuat sejak 6 April. Hingga Kamis, indeks dolar AS sudah menguat selama 7 hari beruntun.

Sepanjang bulan Juni, indeks dolar AS bahkan membukukan penguatan 2,6%, yang merupakan kinerja terbaik sejak November 2016. Penguatan tersebut dipicu perubahan proyeksi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed), dari yang sebelumnya tahun 2024, menjadi tahun 2023, bahkan tidak menutup kemungkinan kenaikan dilakukan tahun depan.

Pelaku pasar saat ini menanti rilis data tenaga kerja AS malam ini untuk melihat peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (Quantitative Easing/QE) The Fed akan dilakukan dilakukan tahun ini.

Sebelum menaikkan suku bunga, The Fed akan melakukan tapering terlebih dahulu.

Jumat pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Inflasi PCE tersebut merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Data lain yang digunakan The Fed adalah pasar tenaga kerja. Hasil polling Reuters terhadap para ekonom menunjukkan sepanjang bulan Juni penambahan pekerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll) diprediksi sebanyak 700.000 orang, lebih banyak dibandingkan penambahan bulan Mei 559.000 orang. Sementara tingkat pengangguran diprediksi turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 5,8%.

Dolar AS berpeluang menguat lebih lanjut jika data tersebut sesuai ekspektasi atau lebih baik lagi.

"Pada umumnya kami melihat dolar AS akan tetap kuat pada hari Jumat sebelum rilis data tenaga kerja," kata Ned Rumpeltin, kepala ahli strategi mata uang di TD Securities dalam sebuah catatan, sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (1/7/2021).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> PPKM MIkro Darurat Diumumkan, Kasus Covid-19 Cetak Rekor Lagi

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat resmi diumumkan Kamis kemarin dan berlaku mulai 3 Juli, yang langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Setelah dapatkan banyak masukan, menteri, ahli kesehatan dan kepala darah saya memutuskan untuk memberlakukan PPKM darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khusus untuk Jawa Bali," kata Jokowi melalui youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/7/2021).

Poin-poin pengetatan pun sama dengan kabar yang bereda sebelumnya. Meski diketatkan, setidaknya pelaku pasar bisa sedikit lega sebab tidak diterapkannya karantina wilayah atau lockdown, walaupun pusat perbelanjaan, mal, dan pusat perdagangan ditutup.

Saat PPKM Mikro Darurat resmi diumumkan, kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali mencetak rekor. Kemarin, jumlah kasuh positif Covid-19 dilaporkan sebanyak 24.836 orang, jauh di atas rekor sebelumnya 21.807 kasus yang dicatat hari sebelumnya.

Meski demikian, PPKM Mikro Darurat yang dilakukan lebih dari dua pekan ke depan diharapkan mampu menurunkan kasus positif ke bawah 10.000 orang per hari.
Lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) sudah menggerogoti sektor manufaktur.

IHS Markit melaporkan kabar kurang bagus. Aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Juni 2021 dilaporkan 53,5.

Meski masih menunjukkan ekspansi (angka indeks di atas 50), tetapi menunjukkan pelambatan dari sebelumnya sebesar 55,3 di mana kala itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.

"Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada Juni mengalami perlambatan akibat gelombang kedua serangan virus corona. Produksi tetap tumbuh dengan kuat meski dampak pandemi perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan.

Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga berlanjutnya ekspansi menjadi sangat penting guna memulihkan perekonomian.

Laju ekspansi tersebut berisiko melambat lebih jauh, sebab PPKM Mikro Darurat yang lebih ketat kabarnya akan diterapkan di awal Juli.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular