
Puk Puk, Emas... Semester I-2021, Harga Ambrol Nyaris 7%

Keperkasaan dolar AS disebabkan oleh ekonomi Negeri Adidaya yang bangkit selepas dihantam keras oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Berbagai data ekonomi menunjukkan AS sudah pulih, bahkan menuju kondisi sebelum pandemi.
ADP mengumumkan, sektor swasta AS membuka 692.000 lapangan kerja pada Juni 2021. Lebih tinggi ketimbang konsensus yang dihimpun Reuters dengan proyeksi 600.000. Data resmi penciptaan lapangan kerja non-pertanian (Non-Farm Payroll) akan dirilis pemerintah besok malam.
"Lapangan kerja masih sekitar 7 juta lebih sedikit dibandingkan sebelum masa pandemi. Namun sekitar 3 juta lapangan kerja yang tercipta sejak awal 2021 adalah perkembangan yang menggembirakan. Bahkan sektor leisure dan hospitality, yang terpukul paling keras oleh pandemi, mulai menyerap tenaga kerja seiring pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening)," papar Nela Richardson, Kepala Ekonom ADP, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Perkembangan seperti ini membuat investor semakin yakin bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan melakukan pengetatan kebijakan alias tapering off lebih cepat dari perkiraan. Dimulai dengan mengurangi pembelian surat berharga (quantitative easing), disusul oleh menaikkan suku bunga acuan Federal Funds Rate.
Pengetatan kebijakan moneter Negeri Stars and Stripes akan menguntungkan dolar AS. Pengurangan quantitative easing membuat pasokan dolar AS berkurang sehingga harganya semakin 'mahal'. Sementara kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS.
Harapan ini yang membuat investor rajin memborong dolar AS, ke depan ada potensi cuan gede yang sangat sayang untuk dilewatkan. Aksi borong ini membuat dolar AS semakin digdaya.
Saat dolar AS menguat, korbannya tidak hanya mata uang lain. Emas pun ikut nelangsa, karena jadi kurang menarik untuk dikoleksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)