Rupiah Nyaris Rp 14.500/US$ di Kurs Tengah Bank Indonesia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 June 2021 16:20
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terpuruk lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (29/6/2021). Dolar AS yang sedang kuat, diperburuk dengan kabar akan diterapkanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat membuat rupiah terpuruk nyaris menyentuh Rp 14.500/US$. 

Di kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) rupiah berada di Rp 14.496/US$, melemah 0,17% dibandingkan hari Senin kemarin. Sementara itu di pasar spot rupiah melemah 0,28% ke Rp 14.480/US$ yang merupakan level terendah dalam 2 bulan terakhir.

Tidak hanya rupiah, nyaris semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini. Hingga pukul 15:33 WIB, hanya won Korea Selatan yang menguat, itu pun sangat tipis 0,01% dan rentan berbalik melemah.

Rupiah menjadi yang terburuk kedua, hanya lebih baik dari baht Thailand yang melemah 0,31%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Mata UangKurs TerakhirPerubahan
USD/CNY6,45720,03%
USD/IDR14.4800,28%
USD/INR74,2830,02%
USD/JPY110,710,08%
USD/KRW1.129,92-0,01%
USD/MYR4,15000,17%
USD/NPR118,820,10%
USD/SGD1,34410,10%
USD/THB32,010,31%
USD/TWD27,9100,09%


Fakta melemahnya nyaris semua mata uang utama Asia menunjukkan dolar AS sedang perkasa setelah rilis data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) Jumat pekan lalu. Indeks dolar AS pada Jumat pekan lalu sempat merosot hingga 0,31% yang membuat rupiah mampu menguat. Tetapi pasca rilis data tersebut pada Jumat malam indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini berhasil berbalik menguat tipis 0,04%. Penguatan tersebut masih berlanjut Senin kemarin, meski tipis 0,04% juga.

Inflasi PCE merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) untuk menetapkan kebijakan moneter, alias tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) serta kenaikan suku bunga.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti PCE di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Perekonomian yang mulai membaik, bahkan lebih cepat dari prediksi The Fed, serta low base effect, membuat inflasi meroket. The Fed sendiri sudah merubah proyeksi kenaikan suku bunganya, dari yang sebelum akan menaikkan di 2024, menjadi ke 2023, bahkan tidak menutup kemungkinan di tahun depan.

Di pekan ini, akan dirilis data tenaga kerja AS yang juga merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Pasar tentunya menanti rilis data tersebut pada Jumat waktu waktu AS untuk melihat seberapa kuat kemungkinan akan dilakukan di tahun ini.

Sebelum menaikkan suku bunga, The Fed akan melakukan tapering terlebih dahulu. Saat ini nilai QE The Fed sebesar US$ 120 miliar per bulan.

Sementara itu dari dalam negeri, kabar akan diberlakukannya PPKM darurat semakin menguat, apalagi dalam 3 hari terakhir jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) bertambah lebih dari 20.000 orang per hari.

PPKM darurat kabarnya akan dilakukan mulai 1 Juli mendatang, dimana mal hanya dijinkan beroperasi hingga pukul 17:00 WIB, dibandingkan saat ini hingga pukul 20.00 WIB. Selain itu, restoran dilarang dine in, hanya take away dan bisa buka hingga pukul 20.00 WIB. Selain itu, kabarnya akan diterapkan jam malam.

"Iya," ujar sumber di internal pemerintah saat dikonfirmasi soal penetapan PPKM Darurat yang bakal ditempuh pemerintah.

"Berlaku 1 Juli, tunggu pengumuman saja," tegas sumber tersebut lebih jauh.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular